YESUS SANG SAHABAT DALAM PERJALANAN* (Luk 24: 13-35)

Pdt. Elisa Maplani

Kisah tentang seorang asing yang berjalan bersama dua orang ke Emaus bukanlah kisah yang asing ditelinga kita. Penulis Injil Lukas menarasikan kisah ini dengan begitu indah dan mempesona. Berawal dari sebuah ketegangan dan kebuntuan pikiran, berakhir dengan sukacita yang mencerahkan. Berawal dari sebuah perjalanan yang penuh keputusasaan, berakhir dengan perjalanan baru yang penuh sukacita. Bila dicermati, alur dari kisah ini (Luk 24: 13-35) dapat dipetakan dalam beberapa babak.

Babak pertama, Diceritakan oleh penulis Injil Lukas bahwa pada waktu siang di hari minggu itu ada dua orang murid yakni Simon dan Kleopas berjalan menuju Emaus, yang terletak tujuh mil dari Yerusalem.

Babak kedua, Simon dan Kleopas menempuh perjalanan dan bercakap-cakap tentang Yesus yang mati. Pikiran Simon dan Kleopas dikacaukan oleh dua kebenaran. Pertama, Orang mati tidak mungkin bangkit. Kebenaran ini terbangun atas dasar pengalaman : Belum pernah ada orang yang mati dan bangkit. Kedua, Yesus telah bangkit dari kematian. Makam tempat Yesus dikuburkan dalam keadaan kosong. Mayat Yesus tidak ada di situ. Dua kebenaran ini melahirkan kebingungan perjalanan Simon dan Kleopas menuju Emaus.

Babak ketiga, Dalam kebingungan perjalanan ke Emaus itu datanglah seorang asing mendekat, berjalan dan bercakap-cakap dengan mereka. Orang asing itu bertanya tentang apa yang menjadi topik percakapan Simon dan Kleopas. Kata-Nya: Apakah yang sedang kamu percakapkan sementara kamu berjalan? Dan salah satu dari kedua murid itu balik bertanya pada orang itu katanya: Apakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem yang tidak tahu apa yang terjadi di Yerusalem tentang peristiwa penangkapan, penyaliban, kematian dan kini tersebar berita tentang kebangkitan Yesus? Anehnya orang asing ini kemudian menerangkan bahwa tokoh yang sedang Simon dan Kleopas percakapkan itu harus mati dan memenuhi nubuat para nabi supaya umat manusia diselamatkan. Kata orang itu: Bukankah Mesias harus harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya? Orang asing ini menegaskan suatu pertanyaan sekaligus menegaskan keyakinan Simon dan Kleopas.

Babak Empat, Setelah sampai ke gerbang Emaus, mereka menahan orang asing itu supaya tinggal bersama mereka karena hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.
Lalu masuklah orang asing itu dan tinggal bersama mereka. Mereka duduk bersama orang asing itu dan makan bersama. Ketika duduk makan bersama, orang asing itu mengambil roti, mengucapkan berkat lalu membagi-bagikan roti itu kepada mereka.

Penutup, Simon dan Kleopas menjadi ingat akan peristiwa sebelum kematian Yesus dan keduanya sadar siapa sebenarnya orang asing yang mereka acuhkan sebelumnya. Orang asing itu ternyata adalah Yesus yang telah mati dan bangkit seperti yang telah dikatakan-Nya kepada mereka.
Cerita dari penulis Injil Lukas ini dapat saja secara alegoris kita ceritakan dengan cara yang sama biarpun dengan beberapa variasi.

Seperti kedua orang murid yang sedang berjalan ke Emaus, kehidupan kita adalah perjalanan dari waktu ke waktu, dari maksud ke maksud, dari rencana ke rencana, dari kekecewaan ke harapan. Dengan perkataan lain, kitapun pada setiap saat membuat suatu perjalanan ke Emaus masa depan. Di perjalanan hidup kita, mungkin kita menjadi orang-orang yang cemas dan bingung. Dalam banyak hal, dengan maksud baik dan dengan rencana yang tulus dan murni, di perjalanan hidup ini kita sering mengalami akhir yang tak terduga. Mungkin saja di perjalanan ke Emaus masa depan kita memiliki rencana yang baik, matang dan tepat untuk mencapai hasil. Namun pada saat yang tepat kita lagi bersiap memetik panen yang benihnya kita tabur dengan susah payah, datanglah topan menerpa dan segalanya mendadak rusak atau lenyap. Ya…tepat ketika niat kita akan sampai pada pelaksanaannya yang nantinya kita harapkan baik dan lancar datanglah hadangan yang membuat kita kelabakan menghadapinya. Dan kita pada akhirnya seperti orang dungu karena tidak tahu bagaimana harus berbuat. Segala rencana yang indah menjadi buyar oleh sebab yang tidak kita duga terjadi sebelumnya. Atau dengan nada lain seperti yang dikisahkan Injil Lukas : Tepat sebelum memasuki gerbang Emaus, malam telah mendadak turun dan kita tidak mampu lagi untuk melanjutkan perjalanan yang kita rencanakan selain berhenti dan beristirahat.

Dan untung saja dalam kelam kabut kegelapan malam semacam itu ada sesuatu yang aneh terjadi dalam hidup ini yang terkadang kita tidak tahu dari mana datangnya. Kita rasakan seperti sesuatu yang asing, yang tidak kita kenal di perjalanan hidup. Selalu saja ada orang yang berbaik hati yang datang tidak saja untuk memberi pencerahan pada pikiran yang buntu dan terlanjur menjadikan kita seperti orang bodoh tapi lebih dari itu, orang asing yang tidak kita kenal di perjalanan hidup itu, rela memberi pertolongan untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi tanpa kita minta dan tanpa meminta imbalan dari kita.

Selalu saja ada orang yang datang meyakinkan kita untuk mampu menghadapi beratnya masalah yang kita alami dan menjalani hidup dan orang-orang seperti itu mungkin menjadi orang-orang yang asing dalam hidup kita yang sehari-hari agak tersingkirkan dari kebersamaan dan simpati kita. Orang-orang yang tidak mendapat tempat di hati dan pikiran kita atau yang kita tempatkan di pinggiran perhatian dan hati kita. Orang-orang yang demikian terkadang hadir, bercakap-cakap dan mengingatkan kita akan pengalaman masa lalu dan mengucapkan pengharapan akan masa depan yang membuat hati kita berkobar-kobar serta membangkitkan semangat baru untuk memulai lagi menempuh perjalanan hidup dalam sukacita.

Artinya di dalam perjalanan hidup kita menuju Emaus masa depan, ada se-orang asing turun dari Yerusalem lalu mendekat dan menemani kita menempuh perjalanan yang penuh dengan kebingungan. Ia bertanya tentang apa yang terjadi dengan diri kita, apa yang kita risaukan atau cemaskan dan apa yang membuat kita putus asa dan hilang harapan. Lalu Ia mengucapkan harapan-harapan yang sudah hampir kita lupakan atau mengucapkan kata-kata menghiburan yang mungkin pernah kita dengar dalam hidup tapi kita jadi orang yang lamban mendengarkan atau jadi orang yang bodoh karena tidak mau mendengarkan-Nya dengan baik.

Ia datang mendekat dalam hidup dan membicarakan persoalan-persoalan yang membuat kita bingung dan takut menjajaki kemungkinan penyelesaiannya. Dan dalam perjalanan kita ke Emaus masa depan itu, dalam banyak keadaan, penglihatan (Visi) kita ke depan menjadi kabur seolah-olah ada yang menghalangi mata. Ya mata kita jadi kabur sehingga penglihatan kita akan Emaus masa depan nampak kabur dan Emaus masa depan yang kita impikan nampak sayup-sayup sampai…dan alangkah sepi karena malam hampir datang. Semoga saja kita masih bisa berharap, orang asing itu datang mendekat, menyertai dalam perjalanan, bercakap-cakap dan mau tinggal bersama kita bila hari menjelang malam dan matahari hampir terbenam.

Ya…. semoga saja di detik-detika akhir perjalanan di tahun 2018, Yesus yang telah lahir di kandang yang hina, yang telah mati dan bangkit, tetap jadi sahabat sejati yang selalu dekat dan menyertai perjalanan hidup kita yang penuh dengan dinamika dan kita terus berjalan, bercakap-cakap dengan-Nya hingga gerbang tahun 2018. Dan meskipun Dia selalu hadir menyertai perjalanan hidup kita setiap saat, alangkah baik bila kita juga berinisiatip undang Dia hadir dalam hidup, ambil tempat dalam rumah tangga kita untuk meyakinkan kita bahwa Dia tetap bersama kita dan kita-pun siap menepaki babak baru perjalanan di tahun 2019 dengan semangat yang baru dan dengan penuh sukacita.

Selamat tinggal tahun 2018 dengan segala suka-duka, kegelisahan dan kenangan yang menggembirakan dan selamat datang tahun 2019. Meski perjalanan ke depan penuh misteri tapi hal yang pasti adalah Yesus tetap jadi sahabat di perjalanan hidup setiap orang percaya.

Kaku’un-Malaka
Soli Deo Gloria

*Penulis Pendeta Elisa Maplani, M.Si

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *