Kupang, www.sinodegmit.or.id, Meroketnya angka kasus perdagangan orang (human trafficking)di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), mendorong Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) menyiapkan rumah aman (shelter) bagi para korban.
“Memang kita akan bikin shelter untuk korban tetapi perhatian kita sebenarnya bukan hanya pada korban tetapi bagaimana mencegah supaya tidak ada korban yang jatuh,” kata Ketua Majelis Sinode (MS) Pdt. Dr. Mery Kolimon pada saat perhadapan pengurus shelter, Minggu, (25/2) di Jemaat Istana Kasih Talaka, Klasis Kupang Barat.
Komposisi pengurus sebagai berikut: Rika Tadu Hungu, MA, (Ketua), Yuliana Ndolu M.Hum (Sekretaris), Pdt. Yetty Leyloh (Bendahara) Pdt. Ina Bara Pa dan Yuli Benu (Anggota) serta dua orang staf yakni, Ester Mantaon dan Diky Faah.
Ketua MS GMIT berharap rumah aman ini memberi harapan bagi pencegahan dan rehabilitasi korban kejahatan kemanusiaan.
Sementara itu Walikota Kupang, Jefri Riwu Kore yang juga hadir dalam kegiatan ini menyatakan siap bekerja sama dengan GMIT termasuk dukungan anggaran.
“Kami siap bekerja sama dengan GMIT termasuk menyediakan anggaran untuk program shelter GMIT. Ini adalah tanggungjawab kami sebagai pemimpin kota untuk menjaga saudara-saudara kita yang datang dari kampung-kampung.”
Walikota kupang mengaku telah menginstruksikan semua lurah untuk mengawasi dan memastikan identitas warga yang membuat KTP karena Kota Kupang sering kali menjadi transit pembuatan Kartu Tanda Penduduk palsu bagi buruh migran.
“Saya sudah instruksikan ke semua lurah untuk ada pengawasan luar biasa bagi saudara-saudara kita yang akan ke luar daerah. Pastikan mereka benar-benar punya kualitas dan identitas yang jelas. Banyak hal terjadi dari kota ini. Karena di sinilah orang buat KTP palsu dan segala macam. Lurah-lurah harus kontrol,” ujar Jefri.***