Oleh: Dody Kudji Lede
Sekretaris Bidang Informasi dan Jaringan Pengurus Pemuda Sinode GMIT.
Bila dihitung dari pertama kali pawai paskah dilaksanakan DPD GAMKI NTT, maka tahun ini adalah yang ke-24 kali kegiatan ini berjalan. Pemuda GMIT menjadi penerus dari apa yang sudah dirintis oleh GAMKI setelah dua tahun berturut-turut dilaksanakan oleh GAMKI. Artinya ini adalah tahun ke-22 pelaksanaan pawai paskah yang dilaksanakan oleh Pemuda GMIT. Dan selanjutnya untuk memberikan kesan bahwa ini adalah ibadah, maka nama pawai paskah kemudian diganti menjadi Prosesi Kemenangan Paskah (selanjutnya disebut prosesi).Â
Bila dibandingkan dengan umur manusia, maka Prosesi ini telah menjadi Pemuda yang secara fisik telah matang perkembangannya, meski secara psikis ia masih membutuhkan nasehat sebagai bimbingan karena dalam masanya yang masih muda ini banyak hal yang belum mampu ia pertimbangkan dan putuskan secara bijaksana.
Dua puluh dua tahun memang bukan waktu yang singkat untuk belajar. Usia yang cukup ini telah memberikan banyak pengalaman berharga yang seharusnya bisa dijadikan landasan berpikir baru untuk merumuskan cara baru sehingga menghasilkan bentuk dan tindakan baru yang bisa menginspirasi dunia tentang bagaimana mewartakan kasih kristus, sesuai dengan misi Pemuda GMIT untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia. Dalam misi memuliakan Allah ini, banyak tantangan bahkan dalam tubuh Pemuda GMIT yang harus bisa didiagnosis dengan baik oleh dokter yang tepat sehingga pengobatan yang dilakukan juga sesuai dengan konteks yang terjadi.
Dalam bertahun-tahun prosesi ini berjalan, media sosial telah banyak memberikan diagnosis yang diperhatikan secara serius oleh Pengurus Pemuda GMIT dan terutama Panitia Pelaksana Prosesi. Sayangnya, diagnosis yang diberikan masih umum dan belum menyentuh substansi penyakitnya dan bahkan tidak ada resep yang diberikan sesuai hasil diagnosis. Meski demikian, sekali lagi bahwa perhatian serius diberikan untuk menjawab setiap masukan agar dapat memperbaiki segala hal yang berhubungan dengan setiap kekurangan yang nampak oleh jemaat dan Masyarakat secara umum. Sebagai Pengurus Pemuda Sinode GMIT dan Pantia Pelaksana, kami patut berterima kasih dan memberikan apresiasi kepada semua orang yang oleh karena cinta kasihnya telah memberikan perhatian lewat setiap kritikan sehingga hari demi hari kami terus berbenah demi meningkatkan kualitas pelayanan kami.
Rekruitmen Panitia
Setahun lalu, dalam menyambut prosesi 2017, kami merasa perlu untuk melibatkan lebih banyak orang dalam kepanitiaan dengan membuka ruang seluas-luas bagi yang berminat menjadi panitia lewat pengumuman di facebook. Dengan pengumuman terbuka ini, diharapkan agar setiap mereka yang selalu memberikan masukan atau kritik lewat facebook bisa juga melibatkan diri sebagai panitia sehingga pikiran-pikiran bernas mereka dapat dipakai sebagai konsep dan aksi baru dalam prosesi maupun kegiatan penunjang lainnya. Hasilnya, memang banyak pemuda yang mendaftar, tapi tidak mereka yang selalu memberikan kritik tidak pernah mendaftarkan diri.
Tahun ini, tiga ratus nama terdaftar sebagai panitia pelaksana prosesi 2018. Sejak perhadapan panitia Desember 2017, berbagai kegiatan penunjang kegiatan prosesi ini langsung dieksekusi oleh panitia pelaksana. Memang harus diakui, dari tiga ratus nama yang ada, tidak semua aktif mengikuti setiap rangkaian kegiatan. Tidak lebih dari 50% yang benar-benar aktif, sisanya bahkan baru menunjukkan diri pada hari H kegiatan tanggal 2 April yang baru lalu.
Kerja Panitia
Prosesi adalah kegiatan puncak dari rangkaian kegiatan Paskah yang dilaksanakan oleh Panitia. Kegiatan lainnya seperti workshop, konsolidasi jemaat, pelatihan peran, donor darah termasuk berbagai koordinasi dengan pemerintah dan kepolisian selalu dilakukan, termasuk rapat internal panitia setiap minggunya agar semua pihak paham dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing serta mampu melaksanakannya dengan baik pada saat kegiatan nanti berjalan.
Dengan peserta, selain pelatihan peran, juga dibangun kesepakatan bersama terkait hak dan kewajiban peserta lewat tata tertib yang harus dipatuhi. Tata tertib ini selain berbicara tentang keamanan juga tentang bagaimana peserta berperilaku selama prosesi. Misalnya peserta dan panitia dilarang keras merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, memutar lagu yang tidak sesuai tema, berpakaian yang sopan, dll. Panitia juga menyadari bahwa tidak semua jemaat memiliki kemampuan finansial untuk membiayai kebutuhan mereka supaya bisa terlibat dalam prosesi ini, itulah sebabnya tidak ada kewajiban semua peserta harus menggunakan kostum yang sama. Demikian juga dengan dekorasi mobil yang hanyalah penunjang peran atau lakon yang dibawakan selama prosesi, panitia lebih menekankan pada peran yang dibawakan bukan pada dekorasi kendaraan yang dipakai. Sebab inti dari prosesi ini adalah untuk mewartakan kisah Alkitab lewat cerita berjalan. Bahwa bila ada jemaat yang oleh karena berkat Tuhan memiliki kemampuan lebih sehingga kendaraan yang dipakai lebih artistik, maka itu adalah sebuah kelebihan anak muda yang harus kita apresiasi.
Dalam urusan kebersihan, setiap tahunnya Dinas Kebersihan Kota Kupang memiliki peran yang sangat luar biasa dengan selalu menjadi barisan paling akhir untuk membersihkan sampah yang ditinggalkan oleh peserta dan penonton. Tahun ini peran yang sama kembali dimainkan oleh mereka dibantu oleh Pemuda GMIT Gloria Kayu Putih.
Dari kesehatan, Dinas Kesehatan juga menerjunkan ambulans lengkap dengan personil di titik-titik tertentu sebagai antisipasi untuk peserta atau penonton yang tiba-tiba sakit dan butuh pengobatan segera. Sementara kepolisian, TNI, LLAJR Kota Kupang serta bersama tim keamanan panitia menjadi pagar hidup untuk mengamankan peserta dan penonton.
Semua upaya yang dilakukan tidak terjadi dalam sekejab seperti Yesus menyembuhkan perempuan yang sakit perdarahan selama dua belas tahun, tapi adalah proses panjang yang dilakukan panitia untuk menghadirkan prosesi yang lebih berkualitas. Sebagai anak muda, pasti ada banyak hal yang luput dari perhatian, tetapi komitmen untuk terus berbenah dengan menerima setiap masukan konkrit adalah cara kami memandang perubahan.
Ada cerita unik, di mana salah seorang panitia terpaksa harus mencampur obat tidur ke minuman temannya yang kurang tidur selama berhari-hari akibat banyaknya urusan yang harus dibereskan. Adalagi yang sudah tak memusingkan lantai kotor sebab jarang disapu untuk dijadikan tempat bersarang paling nyaman saat kantuk tak tertahan menyerang hingga untuk beranjak ke tempat yang lebih layak bahkan tak mampu.
Empat bulan lebih mempersiapkan prosesi ini, berkejaran dengan waktu dan target hingga kurang tidur jadi hal yang pada akhirnya dianggap biasa. Waktu tengah malam dan tengah hari seolah tak ada perbedaan. Meninggalkan rumah dan keluarga selama berhari-hari, apalagi. Semua demi mencari resep yang tepat untuk menjawab diagnosis tanpa resep yang selama tahun-tahun prosesi berjalan masih terus ada.
Prosesi
Setelah berbulan-bulan persiapan prosesi dan pelaksanaan kegiatan penunjang lainnya, serta diikuti pelatihan peran di gereja-gereja peserta oleh tim scenario dan prosesi, tanggal 2 April 2018 menjadi saat di mana komitmen dan kerja keras diuji dalam pentas berjalan selama prosesi berlangsung. Tujuh puluh enam peserta siap dilepas mengisi ruas jalan kota Kupang dengan cerita Alkitab.
Ujian pertama datang menguji komitmen bahwa peserta akan dilepas Pukul 13.00 tepat, bergeser satu jam lebih lama. Kali ini terlambatnya kehadiran peserta yang menjadi bagian dari pembukaan kegiatan adalah satu-satunya alasan utama keterlambatan ini. Alasan kedua adalah kurangnya koordinasi antara pengatur acara dan peserta pembuka.
Komitmen berikutnya adalah sebelum pukul 16.00, kegiatan di start sudah harus selesai. Berhasil. Skor 1.1.
Sampai di sini, penontonnya mengeluh, di start terlalu cepat, peserta terlalu sedikit, dan lain sebagainya sehingga penonton tidak puas dengan penampilan peserta.
Selama prosesi berlangsung dari start ke finish, lagi-lagi didapati kekurangan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sebagai gambaran, misalnya telah disepakati bahwa titik pentas adalah di depan GMIT Koinonia, depan Katedral dan Finish. Bila barisan paling depan (peserta pertama dalam setiap fase) telah melakukan pementasan di titik pentas, maka peserta selanjutnya yang ada di barisan belakang serentak memainkan lakon mereka, sehingga peserta selanjutnya yang akan melewati titik pentas tidak lagi melakukan pementasan karena itu sudah dilakukan sebelumnya secara serentak. Yang terjadi adalah peserta melakukan pementasan di titik-titik yang tidak disepakati, misalnya di Perempatan Polda, di depan Gramedia, di depan RSU Prof. Dr Yohanis. Hal inilah yang menyebabkan putusnya barisan bahkan cukup jauh dengan peserta di depannya.
Tentu saja peserta berhak mempertontonkan aksi mereka kepada publik atau penonton, demikian juga sebaliknya. Tetapi melanggar kesepakatan yang telah dibuat bersama dengan panitia menyebabkan telah menyebabkan hal-hal yang telah dibangun berbulan-bulan hancur dalam sekejab.
Lalu di mana peran panitia ketika hal ini terjadi? Apakah panitia melakukan pembiaran? Bisa jadi. Seperti yang saya gambarkan sebelumnya di atas bahwa rata-rata dalam setiap kali rapat panitia, tidak lebih dari 50% panitia yang hadir untuk mendengar arahan-arahan terkait hal teknis prosesi yang harus dipahami dengan baik oleh panitia itu sendiri. Ketidakhadiran ini menyebabkan minimnya update informasi yang diterima tentang bagaimana mengeksekusi sebuah keputusan. Kekurangan personil panitia untuk mengawal kegiatan akbar ini sehingga sekalipun mereka baru hadir pada hari H kegiatan tetapi mau tidak mau harus diterima agar mereka dapat membantu mengawal setiap fase dan peserta.
Lima puluh persen panitia yang baru hadir pada saat hari prosesi inilah yang harus dievaluasi dengan baik sehingga hal yang sama tidak terulang di tahun mendatang, terutama panitia yang dari seksi keamanan dan seksi prosesi yang memegang peran vital dalam kegiatan ini.
Apresiasi dan Kritik
Sebab nila setitik, rusak susu sebelanga. Ungkapan ini sangat cocok untuk menggambarkan apapun kebaikan yang kita lakukan di muka bumi ini. Bahwa sebaik-baiknya dan setulus-tulusnya setiap hal yang kita lakukan, tapi bila ada satu saja hal kecil yang hadir dan mencemari kebaikan itu, maka kebaikan itu pada akhirnya tidak memiliki nilai karena telah dirusak oleh setitik noda.
Sebaik-baiknya prosesi paskah ini dilakukan, jika ada satu saja kekurangan yang dibiarkan terjadi, maka kuranglah nilai sakral prosesi ini. Pengorbanan waktu, keringat dan setiap tetes airmata yang mengiringi perjuangan panitia hingga meninggalkan keluarga selama berwaktu-waktu pada akhirnya seolah menjadi sia-sia. Padahal tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang berharap hasil pekerjaannya dianggap tak berarti.
Tulisan ini dibuat bukan untuk membenarkan atau membela panitia atau Pengurus Pemuda dari setiap kritik apalagi mengabaikan setiap kritik yang dialamatkan kepadanya, sebab tulisan ini sendiri justru menambah jumlah kritik sebagai evaluasi bagi panitia dan terutama refleksi Pengurus Pemuda Sinode GMIT untuk terus berbenah sehingga ke depan event seperti ini menjadi lebih bermakna dan berkualitas.
Namun, kritik harus dibangun sebagai cara untuk memperkaya referensi berpikir dengan solusi cerdas dan logis. Kritik juga harus dilihat sebagai bentuk perhatian, penghargaan dan kasih sayang bahwa di tengah setiap hal yang kita kira sudah sempurna, ada orang lain yang melihat dari sudut yang berbeda untuk memastikan bahwa kita masih ada di arah yang benar. Karena itulah, kritik tidak harus ditentang, tetapi direspon dengan terima kasih dan doa.
Selain kritik, sudah sapatutnya kita berterimakasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya atas kerja keras panitia selama berbulan-bulan dengan segala pengorbanannya. Ingat, bahwa panitia adalah mereka yang telah terpilih dan mau bekerja secara sukarela tanpa bayaran sepeserpun, malahan materi mereka justru lebih banyak dikorbankan agar kegiatan ini bisa terlaksana. Siapakah diantara kamu yang karena Tuhan Yesus mampu meninggalkan pekerjaan dan keluarganya seperti mereka ini?
Prosesi paskah juga harus dilihat dengan cara berpikir yang lebih positif. Bila antipati mendahului setiap pandangan, maka yang lahir adalah pikiran negatif. Lihatlah, ribuan anak muda berbaur merayakan kebangkitan Sang Juruselamat. Tujuh ribu pemuda terlibat mulai dari persiapan di gereja masing-masing hingga puncak kegiatan prosesi. Oleh apa yang mereka tampilkan, puluhan ribu orang memadati Kota Kupang untuk menyaksikannya. Jika kesaksian mereka hidup dan berhasil, tidakkah Tuhan akan dipermuliakan? ***