KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Bagaimana posisi gereja dipentas politik? Pertanyaan ini menjadi topik seminar yang digelar Senat mahasiswa Fakultas Teologi UKAW Kupang, menyikapi perkembangan politik terkini.
Pendeta Dr. Junus Inabuy, salah satu pemateri dalam seminar menegaskan bahwa posisi Gereja baik itu organisme maupun arganisasi adalah: independen. Latar belakang teologis sikap ini menurutnya, didasarkan pada norma dasar Gereja yaitu Tuhan Allah sebagai Sumber segala kuasa di bumi maupun di sorga. Hanya kepada Dialah manusia mempertanggungjawabkan segala penyelenggaraan kuasa. Karena itu Gereja perlu bekerja sama dengan kuasa mana pun sepanjang kuasa itu menjalankan prinsip-prinsip Kerajaan Allah seperti, keadilan, perdamaian dan keberlanjutan keutuhan ciptaan.
“Gereja dan setiap warga gereja, di mana pun bekerja dan melayani, termasuk di dunia politik, harus senantiasa taat dan dengar-dengaran kepada sang Raja, Allah, yakni di dalam upayanya memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keberlanjutan keutuhan ciptaan. Ketaatan kepada sang Raja tersebut membuat gereja dan warga gereja harus memiliki posisi independen terhadap lembaga mana pun, di dunia. Independensi gereja ini menuntut keterlibatan gereja dan setiap warganya di dunia politik, tidak dapat tidak, selalu harus mengacu pada norma dasar tadi. Maka, presensia gereja, baik oleh individu mau pun lembaga, barulah representatif gerejawi apabila memenuhi etos politik gereja ini,” ujar dosen etika pada Fakultas Teologi UKAW ini.
Sikap independen Gereja tersebut kata Pdt. Inabuy merupakan wujud dari rasa takut akan Allah sebagaimana ditunjukan oleh Rasul Petrus dan Yohanes di Mahkamah Agama saat diadili, “Silahkan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah.” (Kisah Para Rasul 4:19).
Atas dasar etos dan spiritualitas takut akan Allah itu, ia menegaskan tiga tugas utama Gereja di ruang politik yakni: keterlibatan profetis, pastoralis, dan libertis. Pertama, keterlibatan profetis adalah kemampuan kritis gereja di dalam mendampingi kekuasaan. Kedua, keterlibatan pastoralis adalah kemampuan gereja-gereja mendampingi, membimbing, memperkuat dan, tentu, mendoakan kekuasaan agar dapat bekerja sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Ketiga, keterlibatan libertis adalah kemampuan gereja-gereja untuk ikut membebaskan kekuasaan dan masyarakat dari ikatan-ikatan yang mengakibatkan adanya pengalaman ketidak-adilan, ketidak-damaian, dan ketidak-bebasan.
Senada dengan Pdt. Inabuy, dua pemateri lainnya Pendeta Yerry Hawu dan Ir. Ans Takalapeta dalam pemaparannya menegaskan pentingnya peran pastoral gereja bagi warganya yang berkarya di bidang politik sekaligus berhati-hati agar tidak memihak dan terjebak pada pertarungan kekuatan-kekuatan politik.
Seminar ini dibuka oleh dekan Fakultas Teologi, Pdt. Maria Ratu-Pada, M.Th, Sabtu, (13/5)melibatkan mahasiswa, dosen dan pendeta-pendeta jemaat. ***