PENGANTAR
Pasal 40-55 adalah deutero Yesaya yang ditujukan kepada orang-orang Yehuda yang akan hidup dalam pembuangan di Babel. Mereka dalam keadaan hancur tanpa harapan. Pada konteks ini, Yesaya memberitakan bahwa tak lama lagi Tuhan akan membebaskan umatNya dan membawa mereka pulang ke Yerusalem untuk memulai hidup yang baru. Tema penting bagian ini adalah Tuhan itu Tuhan yang menguasai sejarah dan bahwa Ia merencanakan untuk mengutusnya umat-Nya ke segala bangsa yang akan diberkati melalui Israel.
Penderitaan Tuhan Yesus bukan hanya merupakan pemberitaan Perjanjian Baru belaka namun juga merupakan nubuatan Perjanjian Lama. Sekalipun tidak sejelas Perjanjian Baru, Perjanjian Lama memberikan indikasi mengenai penderitaan Tuhan Yesus. Salah satu bagian yang penting adalah Yesaya 52:13-53:12. Dalam perikop ini, penderitaan ini digambarkan dalam figur penderitaan dari seorang Hamba Tuhan.
Manusia berdosa ialah pemberontakan manusia kepada Allah yang berakibat pada kejahatan, kefasikan, penyakit, kutukan penindasan, hukumnan dan kesengsaraan tetapi Allah tidak tinggal diam. Allah menjanjikan kedatangan Mesias yang menjadi Hamba yang mengalami kehinaan, kesengsaraan dan kematian. Kalau dihubungkan dengan Yesus maka terbukti dengan seluruh hidup Yesus yang menderita sejak lahir hingga peristiwa via dolorosa dan kematian yang mengerikan. Yesus adalah Mesias yang dijanjikan itu sebab belum ada manusia lain dalam sejarah yang sama dengan Dia.
TEKS
- Hamba yang akan ditinggikan (Yes.52:13-15)
Penyelamatan manusia dari dosa-dosanya telah direncanakan Allah sejak awal. Penyelamatan itu akan berhasil karena sudah menjadi penetapan Allah. Penyelamat itu akan ditinggikann disanjung dan dimuliakan (52:13), banyak orang akan tertegun melihat Dia karena Ia tidak seperti manusia lagi, begitu buruk rupaNya (52:14). Kisah inilah yang akan diperdengarkan kepada seluruh dunia dan akan banyak orang dari berbagai bangsa dan raja-raja tercengan mendengarnya (52:15). Peristiwa ini sekaligus memberi pukulan keras kepada raja atau pahlawan yang memberi diri untuk diagungkan. Hamba Tuhan ini ditampilkan dalam eupa yang buruk.
- Hamba yang ditolak oleh sesamanya (Yes.53:1-3)
Dalam kenyataan hidup du dunia, kehinaan adalah hal yang sangat menyakitkan. Orang yang hina, menjijikkan bagi orang lain dan dianggap batu sandungan untuk disingkirkan serta sumber malapetaka yang harus dimusnahkan. Seluruh pengalaman kehinaan itu dialami Yesus Kristus semasa hidup di dunia. Dalam peristiwa salib, tak ada seorangpun yang membantu Dia dan Dia ditinggalkan. Bagi dunia, Ia adalah manusia yang hina. Untuk perbuatan yang luar biasa bagi manusia, hamba Tuhan itu ditolak. Tuhan Yesus yang sudah berjasa saja ditolak apalagi kalau manusia yang tidak berjasa dan buruk rupanya maka pasti akan mendapatkan perlakukan yang menyedihkan dari sesamanya.
- Mengapa Hamba Tuhan menderita? (Yes.53:4-6)
Bacaan mendorong kita untuk mengerti akan hamba Tuhan yang menderita. Mesias harus memikul hukuman agar kita dapat dilepaskan dari kelemahan dan penyakit serta dosa-dosa kita. Ia harus menderita sebagai ganti kita dan oleh bilur-blurNya kita menjadi sembuh.
- Hamba Tuhan ditolak oleh sesamaNya lagi (Yes.53:7-9)
Bagian ini kembali mengulang kenyataan penolakan terhadap Mesias. Ia memikul penderitaanNya dengan sabar dan sukarela tapi ia tidak dihiraukan. Frase ini mungkin menujukan pada peristiwa Yesus mati bersama orang fasik atau peritiwa tentara Romawi hendak menguburkanNya berama dua orang penjahat di salib.
- Hamba Tuhan ditinggikan (Yes.53:10-12)
Setelah peristiwa-peristiwa penderitaan, Hamba Tuhan akan ditinggikan. Tuhan Allah berkehendak bahwa AnakNya diutus untuk mati di salib bagi dunia yang terhilang untuk menjadikan Kristus sebagai korban pendamaian.
PERTANYAAN
- Mengapa penderitaan sepertinya mutlak dan tidak bisa ditawar lagi? Mengapa dalam hubungan dengan Tuhan, penderitaan mutlak dan tidak boleh ditawar?
- Bagaimana orang dapat memahami penderitaan hamba Tuhan sebagai pengganti manusia?
- Komitmen apa yang akan diambil setelah memahami penderitaan hamba Tuhan?
RELEVANSI
Pertama,dalam hubungan dengan penderitaan Yesus, keberhasilan Yesus dalam menyelamatkan manusia melalui peristiwa penderitaan salib adalah keberhasilan yang unik. Keberhasilan itu unik karena diperoleh melalui jalan ‘kekalahan’ menurut pandangan manusia. Pada pihak lain, penderitaan fisik maupun psikis yang dialami oleh guna menyelamatkan manusia, sulit untuk diterima baik oleh orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi padahal ujung dari penderitaan itu adalah kebangkitan tanda kemenangan dan itu terbukti. Jadi proses memenangkan melalui jalan derita memang kekalahan menurut versi manusia tapi itu adalah proses yang dipakai Allah untuk membuktikan pada manusia bahwa Allah mengasihi manusia dan tanda kasih Allah adalah Ia rela menderita dan mati bagi dan demi manusia.
Allah kita adalah Allah yang bekerja melalui proses dan ditinggikan dalam proses. Dengan demikian siapa yang tidak mencintai proses akan sulit untuk ditinggikan. Penderitaan Yesus Ia jalani secara sukarela sebagai proses pertunjukkan kasih. Ia melakukannya tanpa dipaksa dan bukan karena terpaksa melainkan karena kasih.
Kedua,keberhasilan Tuhan Yesus menjalankan misi penyelamatan melalui jalan salib adalah teladan yang agung bagi kita semua. Seharusnya kita tidak mengejar kesuksesan dengan cara menjatuhkan orang lain. Kita tidak mengejar kesuksesan dengan memanfaatkan dan mengekploitasi orang lain. Yesus sangat mungkin memanfaatkan kuasa namun Ia tidak melakukannya. Kita tidak boleh juga mengejar kesusksesan dengan menyingkirkan orang lain apalagi dengan fitnah atau dengan sengaja berkata-kata yang membuat orang lain menjadi terlihat buruk. Hendaklah kita mengejar cita-cita dengan mengangkat, menolong, melayani dan menjadi berkat bagi orang lain. Bila niat baik kita disalahmengerti oleh orang lain, kita tidak perlu heran, tidak usah takut, cemas dan tidak usah putus asa karena Yesus saja ditolak apalagi kita.
Andai kata kalau ada orang yang tidak respek dengan kita karena sesuatu hal baik yang kita lakukan maka abaikan saja dan sampai batas maka katakan ‘parsetan’. Kata parsetan berasal dari 2 suku kata yakni par dan setan. Par=cocok, bagus, pas. Setan=setan. Maka kesimpulannya kata parsetan artinya cocok atau pas atau sama dengan setan.
Ingatlah bila kita sedang meninggikan diri untuk mengejar kesuksesan maka Tuhan Allah akan merendahkan kita. Kalau kita meninggikan diri dengan menghalalkan segala cara maka Tuhan Allah akan merendahkan kita. Karena itu bertobat atau minimal berobat karena itu orang sedang sakit.
Kalau kita rela merendahkan diri dan mengorbankan diri kita demi kebaikan orang lain maka Tuhan Allah akan mengangkat kita pada waktu yang menurut Tuhan tepat.
Ketiga,manusia adalah makluk yang diciptakan mulia. Yang membuat manusia tidak mulia adalah sesamanya. Itu terjadi melalui penghinaan dan cercaan yang kita nyatakan kepada sesama. Manusialah yang membuat wajah sesamanya buruk maka diperlukan dari manusia adalah pribadi yang berhati mulia untuk menghormati sesama sebagai makluk mulia serta menempatkan sesama sebagai makluk mulia. Berhentilah mencederai sesama dan tidak memberi hormat. Untuk itu setiap orang butuh pengurapan khusus dari Allah supaya setiap pribadi yang suka mencederai sesama diurapi dengan Roh yang baru.
Keempat,sejak manusia memilih untuk tidak taat maka kebaikan tidak mendapat tempat di hati manusia. Mereka yang berkata tentang hal yang tidak baik justru mereka juga yang melakukan ketidakbaikan itu maka kita tidak usah berharap bahwa kebaikan yang kita lakukan akan mendapat balasan. Tetaplah lakukan kebaikan meskipun orang mencurigai. Seperti Allah tetap menjalankan penyelamatan melalui jalan salib. Tidak perlu bertanya kenapa Tuhan memilih jalan salib namun bagaimana memaknai salib. Kecenderungan kita adalah menghabiskan waktu untuk berdiskusi tentang salib sehingga kita kehilangan waktu untuk memahami salib.
Kelima,penderitaan adalah cara yang mesti kita pilih. Kalau tidak mau menderita maka jangan jadi pendeta atau hamba Tuhan. Konsekwensinya adalah kadang kita lelah, tertekan, kecewa, sakit hati, marah, tidak suka. Berhadapan dengan hal itu terkadang kita mengungkapkan dengan tidak tepat atau menyimpan dengan cara yang salah. Banyak orang baik yang mati muda karena suka menyimpan kekecewaan dengan cara yang tidak tepat. Di lain pihak menyalurkan kemarahan dengan cara yang tidak tepat juga tidak terhormat. Segala hal baiknya diterima sebagai kesempatan berefleksi dan belajar menerima penderitaan sebagai cara Tuhan menyempurnakan kita.
Kelima,Hamba Tuhan tidak mungkin tanpa penderitaan maka mesti ada pembaharuan panggilan dan motivasi melayani. Tidak mungkin kita jadi Hamba Tuhan tapi menghindari resiko. Tidak ada pelayanan tanpa tantangan walau ada juga yang suka cari enak dan menghindari hal yang menyulitkan. Akhirnya kata yang ia dapatkan dari Tuhan adalah : hai hamba yang jahat. Seringkali jalan kompromi dipilih sehingga kebenaran didiamkan. Berhenti jadi hamba Tuhan kalau menghindari resiko kehambaan. Hati-hati bagi kita yang suka cari aman. Dosa kalau menghindari penderitaan. Hamba Tuhan yang tidak mengalami resiko maka ia bukan hamba Tuhan.
Keenam,sisi menarik lainnya dari cerita ini adalah kita sampai pada pertanyaan pernahkan Allah berbuat tidak adil? Jawabannya “Ia”. Allah pernah berbuat tidak adil karena Yesus yng tidak bersalah harus ditimpakan kesalahan. Disini Allah tidak adil dalam kacamata hukum. Satu-satunya ketidakadilan yang pernah dilakukan Allah adalah menghantar Yesus kepada penderitaan, salib dan kematian.
Ketujuh,Dimana-mana selalu ada benturan antara kebaikan dan kebenaran. Kesengsaraan bukan tujuan tapi sebuah jalan untuk kita bisa memahami iman yang sejati.
Ket : PA Kantor Sinode GMIT pada Sabtu, 27 Februari 2016