
KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Untuk pertama kalinya dalam sejarah seorang Menteri Pemerintah Malaysia menulis surat yang berisi permintaan maaf kepada keluarga TKI, Adelina Sau alias Adelina Lisao korban tewas karena penyiksaan, asal desa Abi-NTT.
Permintaan maaf tertulis disampaikan oleh YB M. Kula Segaran, Menteri Sumber Daya Manusia tertanggal 14 Februari 2019, berjudul “Tidak Ada Lagi Pengabaian Terhadap Kasus-Kasus Seperti Kasus Adelina Lisao — Sebuah Perang Terhadap Masalah Perdagangan Manusia Dan Kerja Paksa” (No more neglect of cases like Adelina Lisao’s case—a war on the issue of human trafficking and forced labor).
Permintaan maaf ini disampaikan setelah ia mendengar secara langsung suara hati Yohana Banunaek (50), ibu dari Adelina Sau pada acara konferensi Pers memperingati satu tahun kematian Adelina.
Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, Yohana, yang tidak bisa berbahasa Indonesia difasilitasi oleh Rumah Harapan GMIT dan JPIT (Jaringan Perempuan Indonesia Timur) serta sejumlah aktivis kemanusiaan di NTT untuk berbicara melalui skype pada Konferensi Pers lintas negara (Malaysia dan Kupang-Indonesia) memperingati satu tahun kematian anaknya, yang diadakan di Kantor Majelis Sinode GMIT pada Selasa, 12 Februari 2019.
Kepada pemerintah Malaysia, Yohana meminta agar pemerintah Malaysia mengembalikan anak-anak dari desanya ke tanah Timor dan menghukum pelaku yang telah menyiksa anaknya sampai tewas. Ketua MS GMIT, Pdt. Mery Kolimon menerjemahkan permohonan Yohana demikian;

“Saya minta kepada pemerintah Malaysia dan Indonesia bahwa anak kami mati bukan karena sakit tapi disiksa karena itu kami minta para pelaku dihukum dan anak-anak dari desa Abi yang masih bekerja di Malaysia dikembalikan ke tanah Timor,” ujar ibu empat anak yang juga menjabat penatua di jemaat GMIT Abi, Klasis Amanatun Tengah Utara dalam bahasa Timor sambil berlinang.
Sebagai tanda simpati yang dalam atas kejadian tragis yang menimpa Adelina, sehari sesudah Konferensi Pers itu, Menteri SDM Malaysia menulis surat permintaan maaf yang berisi 10 butir pernyataan antara lain; mendesak pengadilan Malaysia untuk menghukum pelaku seadil-adilnya dan berharap kejadian serupa tidak lagi terulang.
“Saya pribadi ingin mengatakan kepada ibu Adelina Lisao, Yohana Banunaek, bahwa kematian putrinya sangat disesalkan. Tidak ada alasan yang dapat diterima atas kematiannya…Saya sangat berduka atas kejadian ini dan juga ingin mengungkapkan simpati saya kepada ibu dan keluarga Adelina atas kematiannya. Saya merasa sangat sedih dan kecewa karena kasus ini yang seharusnya tidak terjadi di negara kami…Saya mendesak pihak berwenang untuk menyelidiki kasus Adelina sehingga dapat memberi rasa keadilan kepada keluarganya sesegera mungkin.”

Pada butir 9, Menteri SDM Malaysia juga memperingatkan semua majikan di negaranya agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum kepada para tenaga kerja asing. Melalui kementeriannya, ia bahkan mengajukan sebuah Undang-Undang Perlindungan Tenaga Kerja yang lebih berpihak kepada para pekerja di sektor rumah tangga.
Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon menyambut gembira respon permintaan maaf Menteri SDM Malaysia dan menyebut sikap ini sebagai yang pertama dalam sejarah di mana seorang Menteri di pemerintahan negara Malaysia, meminta maaf dengan menulis surat kepada keluarga korban di Timor. Melalui pengalaman ini, ia mengajak semua pihak di NTT untuk terus berjuang melawan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Baru pernah terjadi dalam sejarah, Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia menulis surat resmi meminta maaf kepada Mama Yohana Banunaek, seorang penatua di Jemaat GMIT Abi, Klasis Amantun Tengah Utara. Mama yang tidak bisa bicara bahasa Indonesia, hanya berbicara dalam bahasa daerah. Menteri dengar dan menulis surat resmi serta berjanji bahwa Malaysia akan membuat kebijakan yang lebih berpihak kepada buruh migran. Kita bersyukur, ini salah satu contoh karunia atau daya yang Tuhan berikan untuk kita terlibat dalam pelayanan kemanusiaan,” pesan Pdt. Mery. ***