
KUPANG,www.sinodegmit.or.id, Pemilik akun Facebook atas nama AJ DoMingGo MeLaNesia yang bernama asli Alfin Ari Dominggus (AAD), menyampaikan permohonan maaf atas sejumlah pernyataan yang tidak etis dan tuduhan tanpa bukti di sosial media yang ditujukan kepada Majelis Sinode (MS) GMIT.
“Dengan kerendahan hati saya memohon maaf kepada MSH (Majelis Sinode Harian GMIT, red.) khususnya kepada Mama Mery (Pdt. Mery Kolimon, red.) yang mungkin tersakiti dengan kata-kata saya … Saya sadar, saya salah. Saya minta maaf untuk itu, saya memohon untuk adanya pengampunan dan maaf untuk saya dan [juga] untuk saudara-saudara saya dari aliansi pengacara saya mohon maaf”.
Demikian pernyataan maaf AAD di hadapan MSH GMIT, pada pertemuan pastoral yang dihadiri Pdt. Mery Kolimon (Ketua), Pdt. Yusuf Nakmofa (Sekretaris) Pdt. Elisa Maplani (Wakil Sekretaris) dan Pnt. Mariana Roesmono Rohi Bire (Bendahara), Badan Keadilan dan Perdamaian Sinode GMIT, Ketua Majelis Klasis Kota Kupang, Pdt. Jacky Adam dan sejumlah advokat yang bergabung dalam Aliansi Advokat Peduli GMIT (AAPG) di kantor Majelis Sinode GMIT, Selasa, 24 November 2020.
Permintaan maaf tersebut terkait sejumlah postingan AAD di sosial media beberapa waktu lalu. Melalui status atau komentar di akun Facebooknya terkait isu LGBT, AAD menyebut MS GMIT sebagai penyamun, memfitnah pimpinan Sinode GMIT menyandang gelar doktor abal-abal, menuduh sejumlah pendeta yang dinilai mendukung LGBT sebagai tidak tahu diri, penjahat berjubah hitam, adanya dugaan aliran dana pihak asing kepada MS GMIT untuk tujuan kampanye LGBT, dan lain-lain.

Beny Taopan, salah satu advokat yang hadir pada pertemuan pastoral ini sangat menyayangkan pernyataan atau ujaran kebencian AAD yang dinilainya mencoreng kewibawaan pimpinan lembaga gereja. Dan, karena itu pihaknya akan menuntut AAD secara hukum dengan pasal pelanggaran Undang-Undang ITE, apabila tidak meminta maaf.
Kendati upaya hukum oleh AAPG patut dihargai namun menurut Sekretaris MS GMIT, Pdt. Yusuf Nakmofa, M.Th, Gereja memiliki mekanisme pastoral dalam menyelesaikan setiap persoalan. Oleh sebab itu pada kesempatan ini, ia meminta pihak AAPG menahan diri dan kepada AAD agar bersedia menyampaikan klarifikasi yang jujur atas beberapa postingannya yang bernada melecehkan pimpinan dan lembaga GMIT termasuk klarifikasi status keanggotaan gerejanya.
Menyinggung tudingan AAD tentang dugaan aliran dana pihak asing untuk kampanye LGBT dan atau penyalahgunaan keuangan di lingkup MS GMIT, Bendahara MS GMIT, Pnt. Mariana Roesmono-Bire, MM, dalam pertemuan pastoral ini menyatakan bahwa tudingan itu sama sekali tidak benar.
Dalam klarifikasinya AAD mengaku sebagai warga GMIT yang berjemaat di Jemaat Kota Baru -sebelumnya di Jemaat Ebenhaeser Oeba-, pernah studi teologi namun bukan di lembaga pendidikan teologi yang seasas dengan GMIT. Dan, baru pada tahun 2020 ini ia mengaku mengajukan lamaran menjadi vikaris (calon pendeta) di beberapa denominasi gereja akan tetapi belum diterima menjadi vikaris.
Padahal menilik data diri yang bersangkutan dalam akun FB miliknya tertulis “Memulai pekerjaan baru di Sinode GMMI … 20 September”.
Untuk kejelasan status keanggotaan AAD, Ketua MS GMIT telah meminta konfirmasi kepada pimpinan Gereja Masehi Musafir Indonesia (GMMI) di Kupang, dan pimpinan GMMI mengatakan bahwa AAD pernah/telah menjalani dua bulan masa orientasi sebagai vikaris di salah satu Jemaat GMMI.

Selain mengakui kesalahannya dan meminta maaf di hadapan MS GMIT, Aliansi Advokat Peduli GMIT, Badan Keadilan dan Perdamaian Sinode GMIT dan Ketua Majelis Klasis Kota Kupang, AAD berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan bersedia memperbaiki sikap dan perilakunya.
Ia juga menyatakan kesediaan untuk menyampaikan permohonan maaf di sosial media melalui Facebook dan Youtube dalam waktu dekat.
Atas kesadaran dan niat baik yang demikian maka Majelis Sinode GMIT menerima permohonan maaf yang bersangkutan sekaligus meminta Aliansi Advokat Peduli GMIT – yang pada sepekan lalu meminta izin MS GMIT untuk memroses hukum yang bersangkutan – agar tidak melanjutkan kasus ini ke ranah hukum.
“Untuk saudaraku AJ, saya sudah maafkanmu sebelum pertemuan ini. Saya bilang kepada Tuhan, Tuhan panggil saya untuk pelayanan ini, Tuhan lengkapi saya dengan semua yang saya butuhkan. Bagian yang Tuhan siapkan untuk saya ialah kesabaran dan kekuatan untuk mengampuni. Jadi, kalau saya tidak mengampuni Bapak, pertemuan hari ini tidak mungkin terjadi. Tapi saya mohon, belajarlah dari proses ini. Misalnya Bapak, memuat status-status tanpa basis data. Kami juga telah mengundang beberapa orang terkait kasus yang sama, dan ketika kami tanyai tentang data yang mendasari postingan mereka, mereka tidak bisa tunjukan.”
Sementara terkait substansi LGBT, Pdt. Mery mengatakan, “GMIT punya mekanisme termasuk mekanisme yang telah kami tempuh tanggal 10 November 2020, di mana kami telah bertemu dengan para Ketua Majelis Klasis, termasuk Ketua Klasis Kota Kupang. Itulah cara-cara gerejawi. Jadi bukan dengan kekerasan, intimidasi atau tindakan-tindakan premanisme. Jadi mari kita semua belajar, saya juga belajar, semua pemimpin gereja dan semua warga GMIT belajar dari hal itu.”
Demikian juga dalam soal posisi teologis, ditegaskan Ketua MS GMIT bahwa GMIT tidak akan pernah memberkati pasangan LGBT.
“Satu hal yang sudah jelas bahwa GMIT hari ini tidak akan pernah memberkati pasangan sejenis. Itu sudah jelas di surat edaran dan suara gembala MS GMIT. Sedangkan terkait Coco alias Pendeta RM yang mengaku di media sebagai gay, MS GMIT telah memberikan sanksi disiplin dan pastoral sampai ada keputusan gereja berikutnya,” kata Pdt. Mery.
Pertemuan pastoral yang dimoderatori oleh Wakil Sekretaris GMIT ini ditutup dengan doa bersama dipimpin AAD dan Pdt. Mery Kolimon. ***