Pemahaman Alkitab Matius 21:12-17

Pemahaman Alkitab

Matius 21:12-17

Pdt. Bobby D. Nalle, M.Th

 

 

Pengantar

Hari ini persidangan Majelis Sinode GMIT ke-41 akan memasuki sidang-sidang komisi. Dalam  2 hari sebelumnya kita sudah ‘dibekali’ dengan pembahasan Tema pelayanan tahun 2017 “Berdasarkan Karya Kristus yang Memperbaharui, Kita Berkarya untuk Perubahan dan Pembaharuan Diri, Gereja, dan Masyarakat ”  serta secara khusus PA dari Wahyu 21:5. Saya diminta untuk ‘memilih’ bacaan tersendiri, karena itu teks yang akan kita dalami ini  (saya akhirnya pilih Matius 21:12-17) dipilih dalam semangat dan kerangka Tema Pelayanan tahunan di atas.

Dalam kerangka acuan Sidang, MSH GMIT menegaskan tentang makna ‘Pembaharuan” dalam GMIT dapat diwujudkan dalam beberapa aksi, antara lain pertobatan, reformasi struktur dan fungsi gereja serta pembaharuan dan transformasi masyarakat dan ekologi, dengan mengingat konteks dan pergumulan khusus yang dihadapi GMIT seperti kekeringan, kelaparan, masalah human trafficking, HIV/AIDS, bencana dll. Karena itu, refleksi dan pemahaman alkitab perlu menjadi landasan pijak untuk memaknai arah dan kerja pelayanan tahun 2017.

Saya optimis oleh karena peserta sidang yang mulia ini adalah para presbiter-presbiter andalan GMIT . Karena itu saya meyakini, PA ini akan disempurnakan oleh pikiran-pikiran bernas dan refleksi peserta dalam memaknai teks dan tema bagi pelayanan GMIT.

Catatan Mengenai Teks Matius 21:12-17

Bacaan ini adalah bagian yang menceritakan tentang pelayanan Tuhan Yesus.  Secara keseluruhan terjemahan dari Matius 21:12-17 sama saja dengan terjemahan LAI. Ada beberapa kata yang berbeda dalam terjemahan LAI, namun maknanya sama saja. Misalnya dalam ayat 12  kata ιερον-hieron(hee-er-on’) kata ini bisa berarti kuil, Bait Allah, bagian daribangunan di dekat altardan ιερον-hieron yang asal katanya dari ιερος-hieros(hee-er-os’) kata ini berarti suci, kudus, tempat kudus, pelayanan di tempat kudus.LAI menerjemahkan ιερον-hieronsebagai Bait Allah. Penerjemahan ini tidak mengurangi makna dari Bait Allah sbg tempat ibadah baik sebagai bangunan fisik secara arsitektural/tata ruang maupun kegunaannya secara praktis bagi kerohanian umat.

Dalam teks ini Bait Allah (selanjutnya-BA) dilihat sebagai wadah secara fungsional, yang pertama rumah secara fisik tempat ibadat, tapi juga rumah aktivitas orang beriman. Apa yang tercermin secara fisik dalam Bait Allah secara tidak langsung menggambarkan tentang apa aktivitas yang terjadi yang dikerjakan oleh orang beriman. Oleh karena itu tidak heran pemahaman tentang BA juga meliputi dua aspek tadi. Secara fisik rumah atau bangunan BA harus dirawat untuk kelangsungan yang lebih baik. Tujuan perawatan adalah supaya rumah atau bangunan tersebut terawat, bersih dan nyaman untuk disinggahi atau pun ditempati dalam waktu yang lama, agar orang-orang yang berada di sekitarnya atau pun di dalamnya merasa aman dan nyaman. Demikian juga ketika Bait Allah dilihat sebagai wadah yang rohani, wadah aktivitas orang beriman maka BA perlu dipelihara untuk menghadirkan akitvitas rohani yang sesuai dengan hakekatnya. Tetap perlu menjaganya dari sikap yang bisa saja mengakibatkan kecemaran-kotor atau hal buruk, sehingga tetap ada dalam hakekatnya, yaitu suci atau kudus (persekutuan yang baik antara Allah dan sesama manusia).

Judul TB-LAI memakai istilah ‘menyucikan’. Banyak terjemahan memang cenderung fokus pada tindakan Yesus mengusir para pedagang di BA. Rupanya Fungsi BA secara sentral sebagai wadah rohani dan akitivas orang beriman merupakan hal yang mulai tidak terpelihara. Perihal bersentuhannya aktivitas ‘sekuler’ (ekonomi bisnis dan perdagangan) mengisyaratkan adanya degradasi nilai dan penyelewengan dari hakekat BA. Praktek kerohanian yang toleran dengan aktivitas non peribadahan sebagaimana terjadi menunjukkan bahwa adanya pergeseran makna fungsi Bait Allah. Bisa juga disebut malfungsi Bait Allah. Memang tidak secara eksplisit Matius menggambarkan ttg alasan aktivitas berjual beli dan tukar menukar uang di BA; semenjak kapan  dimulainya atau masuknya pengaruh-pengaruh luar, bagaimana perkembangannya hingga sampai pada bentuk ‘penyelewengan’ dari hakekatnya yang sebenarnya itu. Tapi nampaknya aktivitas ini (sangat jauh dari makna dan fungsi Bait Allah sebenarnya) dianggap sesuatu yang mulai menjadi ‘normal’ dan sudah berjalan seolah-olah ‘wajar-wajar’ saja. Yesus melihat bahwa keadaan tersebut keliru.  Itulah sebabnya upaya ‘penyucian’ yang sama atas Bait Allah tercatat dilakukan juga pada awal pelayanan Yesus (Bdk.Yohanes 2:13-22).

Sebenarnya tentang teks ini patut dipertanyakan beberapa hal. Kenapakah aktivitas ‘perdagangan’ dianggap ‘menyeleweng’ dari hakekat BA? Bukankah hal yang rohani juga perlu ditunjang oleh hal jasmani? Bukankah implementasi dari refleksi beriman dalam rumah Tuhan harus diwujudkan dalam aspek hidup secara lahiriah? Apakah hal-hal sekuler seperti ‘berbisnis’ tidak boleh dilakukan dalam rumah Tuhan? Tapi pertanyaan yang lebih mendasar tentang praktek ini adalah apa yang terjadi dengan BA sehingga aktivitas ‘sekuler’ sbgmn yang dikritik Yesus bisa ada dan dianggap wajar?

Masuknya aktivitas lain di BA menunjukkan bahwa BA sendiri mengalami perkembangan dan perubahan fungsi. Dengan posisinya yang secara sentral dalam kehidupan rohani sekaligus kegiatan sehari-hari sesuai teks, mal-fungsi ini terwujud dalam bentuk penyelewengan berupa berjual beli dan tukar-menukar uang di Bait Allah. Aktivitas ekonomi bukanlah sesuatu yang salah. Begitu pula aktivitas politik, bisnis, sosial dll. Apalagi  BA terletak di pusat kehidupan dan aktivitas orang Yahudi maka sepantasnya dan tak terhindarkan terjadi interaksi kegiatan-kegiatan kerohanian dengan kegiatan-kegiatan lain yang memanfaatkan tempat di sekitaran BA.

Rupanya aktivitas ekonomi (jual beli hewan korban dan tukar menukar uang) yang terjadi telah menjadi hal yang menajiskan tempat kudus dan melanggar kekudusan hari Sabat, selain karena dilakukan di tempat yang tidak sesuai (di pelataran Bait Allah); juga karena berlandaskan akan kepentingan pribadi segelintir orang saja. Terutama mereka yg menjual hewan korban dengan alasan memudahkan orang, karena lebih mudah membawa uang dari pada menyeret-nyeret binatang ke Bait Allah. Sangat mungkin akses untuk terselenggaranya aktivitas ekonomi ini diberikan oleh para tua-tua dan imam-imam.

Dari segi tata ruang, pelataran luar adalah tempat satu-satunya bagi orang non-Yahudi. Di sana orang Yahudi bisa bersaksi kepada sesama mereka yang “kafir” dan memberitakan tentang Allah yang hidup dan Esa. Namun, tempat itu telah berubah fungsi bukannya sebagai tempat kesaksian, tetapi menjadi tempat untuk kandang dan hewan yang akan dipersembahkan. Juga menjadi tempat jual beli serta tempat penukaran mata uang asing  dengan mata uang syikal untuk dipersembahkan. Jual-beli dan penukaran uang sebenarnya suatu kegiatan yang dianggap sebagai urusan luar Bait Allah, namun Yesus tetap tidak memperbolehkan semua itu. Kejahatan dan penyelewengan menyusup ke dalam BA melalui perbuatan orang-orang yang mengambil untung melalui peribadahan, kesalehan yang pura-pura telah mengotori makna BA sebagai Rumah Doa.

Pembahasan Ayat

Ayat 12. Menunjukkan bahwa tindakan Yesus untuk mengembalikan fungsi BA adalah dengan mengusir semua orang yang berjual beli di Bait Allah. Sebelumnya, Yesus juga telah melakukan hal serupa dengan sebuah cambuk dari tali (Yohanes 2:15[1]), tetapi dalam Matius 21:12 tidak menjelaskan dengan apa Ia mengusir orang-orang itu, hanya ia melakukan-Nya dengan cara membalikkan meja-meja penukar uang. Tafsiran lain menyebutkan bahwa Ia membalikkan meja dan dari mata-Nya yang mulia terpancar kilatan sinar, sehingga orang-orang yang ada di pelataran Bait Allah itu terpukau, dan akhirnya tunduk kepada perintah-Nya. Yesus melakukannya dengan sebuah pandangan mata dan raut muka yang penuh teguran, serta sebuah kata perintah. Sebagian orang memperhitungkan peristiwa ini sebagai salah satu mujizat-Nya, sebab Dia mampu menyucikan Bait Allah tanpa mendapat perlawanan berarti dari mereka yang mencari nafkah dengan berjualan di Bait Allah, yang disokong oleh para imam dan tua-tua. Jika memang benar demikian, maka firman dalam Amsal 20:8 bnd Est 9:10  pun tergenapi, Raja yang bersemayam di atas kursi pengadilan dapat mengetahui segala yang jahat dengan matanya; Ia membalikkan meja-meja penukar uang. Dia tidak mengambil uang itu untuk diri-Nya sendiri, melainkan menyerakkannya ke tanah, tempat yang paling pantas untuk uang semacam itu. Di zaman Ester, orang Yahudi tidaklah mengulurkan tangan kepada barang rampasan. Sehingga uang yang telah dijatuhkan dari meja itu menjadi lambang bahwa uang tersebut tidaklah menjadi berarti lagi karena telah dijatuhkan ke tanah sebagai hasil rampasan (memeras dari orang-orang yang ingin membeli binatang korban atua menukarkan uang untuk persembahan). Jadi di balik aktivitas ekonomi, perdagangan dan bisnis tersebut, berlindung moralitas dan spiritualitas yang telah mengalami degradasi.

Selanjutnya, Yesus memberi tahu serta menegur mereka agar mereka sadar seperti apa Bait Allah itu seharusnya, dan untuk apa Bait Allah itu didirikan, Rumah-Ku akan disebut rumah doaο οικος μου οικος προσευχης κληθησεται,(ho oikos moo oikos prosyookhes klethesetai) yang dikutip dari Yesaya 56:7. Rumah tempat korban dipersembahkan seharusnya menjadi rumah doa-οικος προσευχης, (oikos prosyookhes). Melalui doa, pengharapan orang percaya dibangun dan diperkuat. Sebab doa membuat orang dekat pada Allah. Kedekatan dengan Allah inilah yang mau ditonjolkan oleh Yesus dalam hubungannya dengan Bait Allah, sebagai tempat Allah bersemayam dan sekaligus sbg Rumah Doa. Jadi, tindakan Yesus menunjuk pada fungsi sesuai hakekatnya, tempat melakukan penyembahan, tetapi juga sebagai pengantara supaya doa-doa yang dipanjatkan di dalamnya atau terarah ke sana punya jaminan janji untuk diterima (2Taw 6:21[2]), karena Bait Allah itu sendiri merupakan gambaran dari Kristus sendiri, yang merupakan Sang Pengantara.

Dalam ayat: 13, Yesus mengecam mereka dengan Kitab Suci, bagaimana mereka telah melecehkan Bait Allah dan menyerongkan tujuannya. “Kamu menjadikannya sarang penyamun”. Kalimat ini dikutip dari Yeremia 7:11, Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini?” Ketika kesalehan palsu dijadikan kedok untuk menutupi kefasikan, saat itulah rumah doa dikatakan telah berubah menjadi sarang penyamun. Dalam ayat 13 sarang penyamun berasal dari kata σπηλαιον- spelaion yang artinya sarang, tempat bersembunyi (bagi perampok),dan ληστων- lestonyang memiliki arti penyamun, perampas, pemberontak. Sehingga LAI menerjemahkan σπηλαιον ληστων(spelaion leston)dengan sarang penyamun. Yesus menyebut orang-orang yang berjualan di Bait Allah sebagai penyamun, sebab mereka mengambil apa yang bukanlah hak atau milik mereka. Pasar sering kali menjadi sarang penyamun karena banyaknya perbuatan jahat dan curang ketika berjual beli, dan“pasar rohani “di Bait Suci juga jelas-jelas seperti itu, sebab orang-orang ini merampok kehormatan Allah, yang sungguh lebih buruk lagi daripada seorang pencuri (Maleakhi 3:8[3]). Para imam sudah hidup berkelimpahan dengan apa yang diberikan di mezbah. Namun, tidak puas dengan semuanya itu, mereka masih mencari cara lain lagi untuk memeras uang dari orang lain. Karena itulah Kristus menyebut mereka penyamun dan mereka membuat Bait Allah menjadi sarang penyamun.

Ayat 14; Setelah Yesus mengusir semua orang yang berjual beli dari Bait Allah, Yesus menerima mereka yang buta dan timpang untuk masuk ke dalamnya. Di sini nampak adanya revitalisasi bahkan reformasi fungsi Bait Allah. Di dalam Bait Allah itu Kristus memberitakan firman-Nya, dan menyembuhkan mereka yang buta dan timpang secara rohani, sebagai jawaban atas doa-doa yang telah dipanjatkan orang di sana. Yesus mengusir para penyamun itu demi kehormatan Bait Allah dengan mengusir semua orang yang menajiskannya, dan yang menunjukkan anugerah-Nya kepada mereka yang mencari Dia dengan segala kerendahan hati. Dulunya orang-orang buta dan orang-orang timpang tidak boleh masuk ke dalam bait atau istana Daud (2Sam 5:8[4]). Tetapi dalam Matius 21:12-17 Yesus mengizinkan mereka masuk ke rumah Allah, sebab kehormatan dan keagungan Bait-Nya tidak terletak pada segala kemegahan yang biasa ditemui dalam istana para raja, dan yang tidak boleh didekati oleh orang-orang buta dan timpang. Jadi  ada reformasi, ada ‘pembalikan ‘ dari fungsi Bait Allah bagi para elite kepada orang-orang yang tersingkirkan secara kultus.  Bait yang tadi jadi tercemar dan disalahgunakan, sekarang menjadi mulia dan agung saat dijadikan tempat penyembuhan. Penerimaan terhadap kaum yang kecil seperti anak-anak dan pemulihan terhadap orang yang sakit. Tindakan revitalisasi dan reformasi fungsi ini secara sengaja menelanjangi para tetua dan imam-imam, namun menunjukkan keberpihakan dan aksi nyata bagi kaum yang kecil dan yang tersingkirkan.

Ada resiko dari suatu tindakan revitalisasi dan reformasi fungsi Bait Allah. Resiko yang sederhana adalah tidak disukainya Yesus oleh elite rohani. Para imam kepala dan tua-tua yang merasa kesal saat mereka mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang yang mengiringi Dia (Mat 21:15-16). Mereka yang seharusnya paling dahulu memberikan penghormatan terhadap-Nya justru menjadi musuh-Nya yang paling besar. Secara terang-terangan mereka marah karena sorakan ‘Hosana dari anak-anak. Bagi mereka, penghormatan tersebut tidak layak diberikan kepada Yesus, dan merupakan sesuatu yang berlebihan. Kita baru saja melihat bagaimana Kristus lebih memilih orang-orang buta dan timpang daripada orang-orang yang berjual beli, dan kini kita mendapati bagaimana Dia melawan para imam dan tua-tua dengan memihak anak-anak (Mat 21:16). Anak-anak itu ada di Bait Allah. Mereka mungkin sedang bermain-main di sana. Tidaklah mengherankan bila mereka memakai Bait Allah sebagai tempat bermain, sebab para penguasa sendiri menggunakan tempat itu untuk berdagang. Tindakan Yesus menunjukkan bahwa Rumah Doa pasti/harus menjadi rumah bagi anak-anak juga, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga. Anak-anak itu bersorak, Hosana bagi Anak Daud. Mereka meniru-niru orang dewasa yang melakukan itu (bdk Mat 21:1-11). Orang Yahudi memang mengajarkan anak-anak mereka untuk membawa ranting-ranting pada Hari Raya Pondok Daun, sambil bersorak hosana, namun di sini, Allah mengajari mereka untuk melakukannya bagi Kristus. Perhatikan, Hosana bagi Anak Daud keluar dari mulut anak-anak kecil. Bukankah ini juga yang kita rindukan?

Ayat 16: Ketika mendengar sorak-sorai dari anak-anak, membuat hati imam-imam kepala dan ahli-ahli taurat sangat jengkel, sehingga mereka melontarkan pertanyaan kepada Yesus, apakah Yesus mendengarkan perkataan anak-anak itu? Lalu Yesus balik bertanya kepada kepada mereka dalam ayat 16 “belum pernahkan kamu baca:dari mulut bayi-bayi…dst” kalimat “belum pernahkan kamu baca” di sini menunjuk pada firman Tuhan yang ada pada kitab para nabi yang Yesus pakai untuk menjawab mereka. Demikian juga dengan ayat 13 Yesus hendak membuka pikiran orang-orang agar berjalan dalam kebenaran dengan berkata kepada mereka: “ada tertulis:Rumah-Ku akan disebut rumah doa,…” Kedua ayat ini (ayat 13 dan 16) menjelaskan bagi kita bahwa Yesus selalu membenarkan sesuatu atau mengajarkan sesuatu berdasarkan apa yang telah tertulis dalam Alkitab yang adalah Firman Tuhan. Apa yang Ia katakan untuk membenarkan perbuatan-Nya itu dan untuk menyatakan kesalahan mereka. Firman menjadi ukuran dan norma. Dalam proses pembaharuan gereja, mata dan telinga kita harus tertuju pada firman Allah.

Terakhir, setelah membungkam mereka dengan firman Allah, Kristus pun meninggalkan mereka (Mat 21:17). Ia juga menunjukkan keadilan-Nya dengan meninggalkan mereka, sebab mereka telah menghina keberadaan-Nya di sana. Dia meninggalkan mereka sebagai orang-orang degil (orang-orang yang tidak mau mendengarkan nasihat orang lain/keras kepala), dan Dia pun pergi ke luar kota ke Betania, yang merupakan tempat yang lebih tenang untuk menyepi dan berdoa.

Saudara-saudara terkasih, Matius dan penulis Injil lainnya mengingatkan hubungan antara tindakan Yesus dengan fungsi Bait Allah yang benar seperti yang dikemukakan oleh nabi Yeremia (Yer 7:1-10). Bait Allah dimengerti sebagai ‘rumah’, juga sebagai ‘tempat kudus’ Allah. Yesus ingin agar Rumah Allah itu benar-benar menjadi tempat kudus yang di dalamnya Allah berdiam. Begitu pula jika secara simbolik kita memaknai Bait Allah sebagai gereja maka Gereja seharusnya menjadi tempat orang bertemu dengan Tuhan, menikmati dan mengalami karya Tuhan yang membebaskan manusia dari belenggu dosa. Menjadi wadah bagi orang-orang buta dan timpang, bagi anak-anak.

Pokok Relevansi

Bacaan ini memberikan pesan tentang revitalisasi dan reformasi fungsi Bait Allah (baca juga: gereja). Gereja berinteraksi dengan dunia tapi gereja tidak jatuh sama dengan dunia.  Tindakan Yesus ini memberi penyadaran bagi kita dalam praktik hidup bergereja bahwa apa yang kita anggap berjalan ‘normal2’ saja atau yang kita rasakan wajar-wajar saja karena interaksi dengan dunia, perlu diuji selalu seturut kehendak Tuhan. Dalam Bait Allah, penyelewengan itu sesuatu yang bertumbuh secara senyap, tidak terasa bahkan tidak terlihat. Karena itu pembaharuan harus dimulai dari dalam gereja. Revitalisasi perlu untuk mengembalikan hakekat bergereja. Sebagaimana tindakan Yesus, mengembalikan hakekat gereja sebagai rumah Tuhan, Rumah Doa. Interaksi dengan ‘dunia’ bukanlah hal yang haram, tetapi harus selektif . Dengan diterimanya orang-orang buta dan timpang, juga anak-anak yang kecil maka mempertegas keberpihakan dan fungsi Bait Allah (baca: gereja). Itulah sesungguhnya pembaharuan fungsi gereja. Dari Bait Allah harus terpancar kebaikan-kebaikan Tuhan. Dari gereja harus terpancar kebaikan-kebaikan Tuhan. Revitalisasi dan reformasi fungsi gereja selalu bertujuan pada transformasi hidup. Dari teks kita melihat upaya transformasi yang paling potensial adalah melalui generasi terkecil. Amin

Pertanyaan diskusi;

  1. Gereja berada dalam dunia. Karena itu aktivitas gereja akan bersentuhan dengan dunia baik ekonomi, bisnis, kerja sosial, politik, pilkada dll. Sharing-lah dan inventarisir hal-hal apa saja atau praktek-praktek dalam gereja yang ‘menyeleweng’ atau ‘berpotensi menyeleweng’ dari hakekat gereja! Selanjutnya Daftarkanlah apa-apa saja isu-isu perkembangan dunia yang harus menjadi perhatian GMIT sebagai wujud revitalisasi dan reformasi fungsi gereja.

 

  1. Belajar dari tindakan Yesus, bagaimana strategi melakukan tindakan revitalisasi dan reformasi fungsi gereja?

[1] Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya(Yohanes 2:15)

[2] Kiranya mata-Mu terbuka terhadap rumah ini, siang dan malam, terhadap tempat yang Kaukatakan akan menjadi kediaman nama-Mu  —  dengarkanlah doa yang hamba-Mu panjatkan di tempat ini.Dan dengarkanlah permohonan hamba-Mu dan umat-Mu Israel yang mereka panjatkan di tempat ini; bahwa Engkau juga yang mendengarnya dari tempat kediaman-Mu, dari sorga; dan apabila Engkau mendengarnya, maka Engkau akan mengampuni (2Taw 6:21).

[3] Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?” Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! (Maleakhi 3:8).

[4] Daud telah berkata pada waktu itu: “Siapa yang hendak memukul kalah orang Yebus, haruslah ia masuk melalui saluran air itu; hati Daud benci kepada orang-orang timpang dan orang-orang buta.” Sebab itu orang berkata: “Orang-orang buta dan orang-orang timpang tidak boleh masuk bait.”(2 Sam 5:8).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *