Epen Kah? – Pengkhotbah 6:1-12

Karena makin banyak kata-kata, makin banyak kesia-siaan. Apakah faedahnya untuk manusia? (Pengkhotbah  6:11)

Seorang teman pernah memanggil anak perempuannya yang sedang asyik bermain dan jawaban yang ia dapatkan adalah “Epen kah?” Ia terus memanggil anaknya dengan lemah lembut karena tidak mengerti apa maksud kata ‘epen kah.’ Karena ia adalah seorang pendeta yang biasa dipanggil dengan singkatan ipen (ibu pendeta) maka ia mengira anaknya salah melafalkan kata ipen.

Setelah diberitahu maksud kata ‘epen kah’ maka marahlah ia. Ternyata ‘epen kah’ adalah ‘emang penting kah?’ Baginya itu tidak sopan dan ia melarang dengan keras anaknya untuk berkata begitu kepadanya. Ia pun menasehati berbagai macam nasehat panjang sambil mengancam. Saat suaminya mengingatkan bahwa putri mereka masih kecil, dengan santai putrinya mencela, “Ko bapa mangarti sa karna mama lahir taon 3 na.”

Banyak orangtua yang kebingungan dengan perkembangan anaknya yang cepat dan menurut penilaian mereka, anak-anak tidak mengerti bagaimana bersikap sopan kepada orangtua. Lingkungan pun disalahkan sebagai penyebab tingkah laku anak yang tidak terkontrol. Di pihak lain, anak-anak mengeluh karena orangtuanya kuno dan menekan kebebasan. Mereka pun merasa tidak bahagia dan cenderung menjadi pemberontak. Orangtua bagi mereka terlalu menuntut dan sama sekali tidak mau memahami mereka. Akhirnya hubungan orangtua dan anak menjadi renggang dan sulit bersahabat baik.

Upaya menjembatani jurang komunikasi mesti dilakukan oleh setiap orang. Memaksakan supaya orangtua harus mengerti anak dengan perkembangan zamannya dan gaya gaulnya, akan menyulitkan para orangtua. Memaksakan anak untuk mengikuti cara berpikir orangtua hanya akan menghasilkan ketidakbahagiaan pada anak. Akan tetapi bagaimanapun komunikasi yang intensif dan berkualitas harus dibangun. Itulah mengapa pengkhotbah memberi garisan bahwa banyak kata-kata adalah kesia-siaan sebab kata-kata yang tidak berkualitas akan menjadi komunikasi yang mandek dan percuma.

Berkomunikasi dengan baik akan memudahkan terjalinnya suatu hubungan. Tanpa komunikasi yang baik akan tercipta salah mengerti sebab manusia adalah makluk yang berprasangka. Prasangka dapat menuntun manusia pada pemikiran yang salah. Berkomunikasi yang baik mesti dibangun di dalam kesediaan untuk bersikap rendah hati mengerti pihak lain sebagai manusia yang berbeda dari kita. Itu bagian dari uniknya manusia yakni manusia berbeda satu dengan yang lain. Berbeda bukan saja karena lahir pada tahun yang berbeda, melainkan berbeda karena memang Allah menciptakan kita begitu.

Menjembatani perbedaan dilakukan dalam komunikasi yang baik supaya jangan perbedaan menjadi faktor perusak hubungan. Pentingnya komunikasi membuat Allah sendiri selalu membangun komunikasi dengan umat-Nya. Allah selalu berinisiatif untuk berkomunikasi dengan mengatakan, “Katakanlah kepada umat-Ku….” Allah selalu penuh kerinduan untuk berkomunikasi dengan manusia karena itu seharusnya kita juga mau selalu berkomunikasi dengan Allah.

Wise Words : Jembatan antara manusia adalah komunikasi. Anda tidak mungkin saling dekat kalau komunikasi itu putus. (LM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *