Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. (Amsal 3:5-6)
Seorang atheis suatu ketika tersesat di hutan. Ia bertemu sekelompok macan. Spontan ia menembak macan-macan itu hingga pelurunya habis. Macan yang masih hidup semakin ganas hendak menerkamnya sehingga ia lari sekencang mungkin. Tiba-tiba ia terpeleset dan masuk jurang. Beruntung ia sempat meraih dahan di tepi jurang. “Tolong…!” teriaknya. Namun tak ada jawaban.
Karena putus asa ia berteriak, “Tuhan… Tuhan… apakah engkau sungguh ada?” Sejenak keadaan menjadi sangat sunyi lalu terdengar suara, “Ya, Aku ada.” Pemburu senang sekali, “Tuhan, ampunilah aku karena sepanjang hidup selalu meragukan keberadaan-Mu namun sekarang aku percaya bahwa Engkau ada. Maukah Engkau menolongku, Tuhan? Aku berjanji Tuhan jika Engkau menolongku maka aku akan melayani-Mu dan memberitakan kebaikan-Mu kepada setiap orang seumur hidupku.”
“Baiklah, Aku akan menolongmu,” kata Tuhan, “Tapi Aku ingin mengetahui satu hal darimu, maukah engkau mempercayai-Ku dengan segenap hati dan akal budimu?” tanya Tuhan. “Tentu saja aku mau Tuhan. Aku percaya padamu seribu persen! Cepat tolong aku, Tuhan,” jawab si pemburu itu dengan semangat.
“Kalau engkau memang percaya, sekarang, lepaskan tanganmu dari dahan pohon itu dan Aku akan menolongmu.” Mendengar itu, si pemburu diam sebentar lalu ia kemudian berteriak kencang, “Halooooo, ada orang di sana yang bisa mendengar suara saya? Toloooong!”
Saudara-i, seringkali kita berperilaku seperti atheis ini. Kita berkata bahwa kita mempercayai keberadaan Allah dan mengira bahwa kita sungguh beriman tapi kita tidak mengandalkan diri pada firman-Nya. Kita lebih suka bergantung pada logika kita. Kita menempatkan diri sebagai orang-orang yang hanya mau percaya bila melihat dengan mata kepala sendiri baru bisa percaya. Bahkan bisa jadi sekalipun merasakan, sekalipun mendengar, sekalipun melihat namun kita tidak benar-benar percaya dan mengandalkan Tuhan.
Tak jarang orang mengaku beriman dengan sungguh-sungguh namun ketika menghadapi berbagai pilihan, ia memilih untuk mengabaikan kehendak Allah dan berbuat dosa karena ia tidak cukup mempercayai Allah.
Mengimani dan mengamini bahwa Allah ada dan berkuasa mesti dilanjutkan dengan sikap yang berserah sepenuhnya pada firman dan kehendak Allah. Bahwa di dalam Dia, ada pertolongan. Bahwa di dalam Dia, tak perduli bahaya yang mengancam tapi kita akan baik-baik saja. Ia tetap akan menjadi Allah yang menolong dan memberi damai sejahtera bagi kita. (LM)
Wise Words : Iman artinya meyakini apa yang tidak kita lihat dan Upah dari iman adalah melihat apa yang kita yakini (Agustinus)