Khotbah Minggu 21 Agustus 2016

IBADAH PALSU DAN SEJATI

Yesaya 58:1-12

(Pdt. Wanto Menda)

Perikop bacaan ini berjudul, “Kesalehan Yang Palsu Dan Yang Sejati”. Terjemahan yang lain menyebut Ibadah yang palsu dan ibadah yang sejati. Saya lebih tertarik pada judul yang kedua, “Ibadah yang Palsu dan Sejati”. Berbicara mengenai ibadah sejati, bisa jadi terbesit di kepala kita segala macam bentuk ibadah atau kebaktian yang kita ikuti sehari-hari. Dalam lingkungan GMIT kita mengenal aneka macam ibadah. Ibadah minggu, perjamuan, ibadah Rumah tangga, ibadah syukur, dll. Dalam seminggu, setiap jemaat GMIT minimal melaksanakan 4 X ibadah. Ibadah buka dan tutup usbuh, kebaktian minggu dan Sekolah Minggu (PAR). Kalau jumlah jemaat GMIT berjumlah 2000 di kali 4 maka dalam seminggu ada 8000 kali ibadah. Kalau mau ditambah 2 lagi, yaitu ibadah pemuda dan kaum perempuan atau persekuatuan Doa maka dalam seminggu ada 14.000 kali ibadah. Itu sama dengan 14.000 khotbah disampaikan dalam seminggu. Belum lagi doa-doa dan nyanyian. Itu baru 1 minggu punya ibadah…belum lagi kalau 1 bulan dan 1 tahun. Silahkan kali sendiri. Pertanyaan kita adalah: apakah benar, ribuan ibadah itu adalah tanda kesalehan sejati atau ibadah sejati? Lalu, tentang ibadah palsu, seperti apa bentuk ibadah palsu itu? Mungkinkah dari belasan ribu ibadah dalam seminggu itu ada yang masuk kategori ibadah palsu? Lalu, parameter apa yang bisa kita pakai untuk  menilai dan membedakan ibadah palsu dari ibadah yang sejati?

Nabi Yesaya diutus Tuhan untuk bernubuat dan menegur umat di kerajaan Yehuda. Ketika itu bangsa Israel di kerajaan Yehuda sedang mengalami euforia ibadah. Umat Yehuda telah pulang dari pembuangan, sehingga semangat beribadah kepada Tuhan menggebu-gebu. Mereka mengalami apa yang sekarang orang sebut sebagai overdosis agama. Ada dua macam ibadah wajib yang mereka jalani yakni puasa dan Sabat. Menurut kitab Zakaria 8:19, mereka berpuasa 4 kali setahun yakni pada bulan ke 4, 5, 7 dan ke-10. Ketika itu, banyak orang Israel berpikir bahwa tindakan berpuasa dengan sendirinya menjamin bahwa Allah akan mendengar permohonan mereka. Ini adalah anggapan yang keliru. Dalam Yesaya 58:3 diungkapkan oleh Nabi, bagaimana orang Israel protes Tuhan karena puasa mereka tidak diperhatikan. Menanggapi protes itu Yesaya mengatakan bahwa Tuhan tidak memperhatikan puasa mereka karena sambil berpuasa mereka tetap berusaha memuaskan nafsu (mengurus urusanmu ay.3); masih tetap menindas buruh-buruh/pembantu-pembantu mereka. Mereka berpuasa sambil mengadakan permusuhan dengan sesama anak bangsa (bertengkar, berbantah, berkelahi dan memukul dengan tinju ay.4). apa yang mereka lakukan itu bertolak belakang dengan hakikat puasa. Puasa yang mereka lakukan itu tidak lebih dari sebuah kesalehan semu untuk menyelimuti kepalsuan. Puasa yang mereka lakukan hanya rutintas rohani tanpa makna.

Bagi Yesaya, tanpa disertai perilaku yang benar, tindakan berpuasa adalah sebuah omong kosong. Di sini nabi Yesaya menjelaskan perihal bagaimana puasa/ibadah yang benar. Secara kritis Yesaya melontarkan pertanyaan, “cukupkah puasa itu dilakukan dengan menundukkan kepala seperti gelagah; dan memakai tanda-tanda lahiriah kesedihan yaitu, membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur?” Bangsa itu berpuasa mempersembahkan korban bakaran dan korban sajian, tetapi sekaligus mereka mengingkari perjanjian dengan Allah.

Menurut Yesaya perendahan diri, atau ibadah yang sejati yang berkenan di hadapan Tuhan adalah jika manusia berkenan membebaskan sesamanya dari penderitaan. Dalam Yesaya 58:6 dipakai 4 kata kerja:

  1. Membuka belenggu-belenggu kelaliman;
  2. Melepaskan tali-tali kuk;
  3. Memerdekakan orang yang teraniaya;
  4. Mematahkan setiap kuk/beban.

Ke-empat kata kerja ini menggambarkan kepedulian kepada sesama manusia. Secara konkrit, bagi orang-orang yang mempunyai budak, ini sama artinya dengana memberikan kemerdekaan kepada budak-budak mereka. Pemberian kemerdekaan kemudian dilanjutkan dengan kerelaan untuk memberlakukan sesama sebagai saudara, rela berbagi makanan, berbagi tempat tinggal, rela berbagi pakaian, dan tidak menyembunyikan diri jika ada sesama yang membutuhkan pertolongan, ay.7). itulah 4 kriteria ibadah yang berkenan kepada Tuhan.

Jika puasa/ibadah hanya dilakukan sebagai tindakan lahiriah tanpa disertai dengan pemurnian hati dan tindakan yang mencerminkan kasih sejati, hukuman Allah atas kesalahan bangsa Israel masih tetap akan ditimpakan. Namun sebaliknya, apabila puasa/ibadah sungguh-sungguh dilakukan untuk pemurnian hati, maka Tuhan Allah menjanjikan 1) terang dari Tuhan akan bersinar, 2) luka hari itu akan disembuhkan, 3) kehidupan bangsa itu akan dipulihkan dan 4) Tuhan akan menyertai mereka, ay. 8-12).

Apa relevansi dari peringatan Nabi Yesaya bagi kita di NTT umumnya dan GMIT secara khusus. Saya ajak kita untuk lihat profil NTT dan GMIT hari ini:

Data BPS tahun 2015, penduduk NTT sebanyak 5,3 juta jiwa. Dari jumlah itu sekitar 1,3 juta adalah warga GMIT. GMIT Punya 2.236 jemaat/mata jemaat dengan jumlah pendeta 1000-an orang. Kalau di tiap jemaat presbiter rata-rata 25 orang maka jumlah presbiter GMIT sekitar 50.000 orang. Untuk kota Kupang saja, Data BPS tahun 2015: tempat ibadah jemaat protestan sebanyak, 1.384 buah, katolik, 19 buah, Islam, 22 buah, total: 1427 buah.

Tapi pada saat yang sama realitas sosial menunjukan fakta yang mengejutkan:

  1. Pada tanggal 2 Mei 2016 ICW merilis data indeks korupsi di Indonesia tahun 2015.NTT ada di peringkat ke-3 provinsi terkorup.
  2. Di tahun 2016 ini NTT masuk dalam peringkat ke-5 peredaran Narkoba.
  3. Data HIV/Aids di NTT tercatat korban sebanyak: 4.208 orang. Yang sudah meninggal dunia: 1.210 orang. Khusus kota Kupang terdapat 784 orang mengidap HIV/AIDS dan lebih khusus lagi kelurahan Oesapa dan Alak menempati posisi teratas kasus HIV/AIDS.
  4. Tanggal 12 Mei 2016 NTT masuk dalam daftar provinsi dengan rangking ke-5 kasus perkosaan terbanyak dari 34 provinsi di Indonesia.
  5. Elsinta.com merilis data 2,2 juta atau 80% anak NTT mengalami tindak kekerasan. Dan data Save the Children NTT mencatat 93% kasus kekerasan anak NTT terjadi di dalam lingkungan keluarga.
  6. 16 Pebruari 2015, Okezone.com merilis berita, NTT masuk daftar rengking 1 kasus perdagangan manusia sekaligus menjadikan NTT sorga bagi perdagangan manusia.
  7. Tahun 2013 Kompas.Com merilis data gizi buruk bayi di NTT yakni dari 631.966 bayi yang mengalami kurang gizi dan gizi buruk mencapai 208.549 orang.
  8. Pos Kupang tahun 2013 merilis berita Angka Perceraian di NTT masuk kategori tinggi sebanyak 177 kasus. “Faktor pemicu yang dominan adalah selingkuh dan kekerasan, sedangkan faktor ekonomi hanya sebagian kecil saja. Kondisi ini akibat adanya krisis moral dan krisis iman,” kata Ramly Muda, SH, Humas Pengadilan Tinggi –kupang.
  9. BNN merilis data pengguna narkoba di NTT tahun 2015 mencapai 49.000 orang
  10. Penghuni Lapas Dewasa, anak dan wanita Penfui kupang, mencapai 700-an orang, 80% adalah warga GMIT.
  11. Daftar ini bisa diperpanjang lagi seperti data angka kemiskinan, angka kematian ibu dan bayi, kecelakaan lalu lintas, pengangguran, pendidikan.

Data-data dan fakta-fakta ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang kita katakan di awal dimana dalam seminggu paling kurang ada 14.000 kali ibadah dan khotbah disampaikan yang dilaksanakan di rumah tangga2 anggota GMIT namun, pada saat yang sama ibadah ritual/seremonial itu tidak jatuh sama dengan ibadah sosial kita. Makna sosial dari Ibadah ritual itu sepertinya jauh panggang dari api. Kalau begitu marilah kita pertanyakan lagi makna atau dampak dari ibadah-ibadah ritual kita. Sejauh mana ibadah-ibadah kita mendarat, mengubah dan menggerakkan semangat kita untuk 4 hal yang Yesaya sebut: MEMBUKA, MELEPASKAN, MEMERDEKAKAN DAN MEMATAHKAN segala macam beban yang menindas umat. Saya tidak berani mengatakan bahwa ibadah-ibadah kita adalah ibadah palsu, tapi saya juga tidak berani menyangkal bahwa suka-atau tidak suka ibadah palsu itu ada. Sebagaimana umat Israel pada jaman nabi Yesaya, saat ini kita sepertinya sedang mengalami apa yang belakangan santer dibahas di media sosial sebagai: overdosis agama. Tentang istilah overdosis agama ini ada sebuah tulisan yang menjadi viral di media sosial yang berbunyi demikian:

“Tidak ada negara yang penduduknya paling sibuk membahas masalah agama sampai lupa kalau seluruh teknologinya diimpor dari negara lain, sampai lupa bahan tambangnya digali oleh negara lain, sampai lupa orang-orang ahli sains dan teknologinya kabur ke negara lain mencari pekerjaan, sampai lupa kalau negerinya sedang diincar orang negara lain untuk dijadikan Irak baru, Afganistan baru, Suriah baru selain Indonesia.

Buka Facebook yang dibahas agama, buka group WA (WhatsApp) yang dibahas agama, buka Twitter yang dibahas agama, beli koran yang dibahas agama, buka website dan blog isinya agama semua.

Pokoknya tidak ada yang menarik dibahas di negeri ini selain agama, agama, dan agama. Tidak ada lagi ruang untuk membicarakan hal lain di negeri ini. Ini negeriku negeri paling over religius sealam semesta!”

Percaya atau tidak sinyalemen overdosis agama ini tidak tertutup kemungkinan akan atau mungkin sedang menjangkiti kita sebagai pelayan-pelayan dan pelayanan dalam gereja kita.

Peringatan nabi Yesaya, menolong kita untuk waspada terhadap segalam macam bentuk gejala overdosis agama atau yang oleh Karl Marx sebut dengan istilah kecanduan agama. Semoga Tuhan menolong kita. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *