ALLAH YANG HIDUP BAHARUI DAN PULIHKANLAH GMIT*

“ALLAH YANG HIDUP BAHARUI DAN PULIHKANLAH GMIT*

(Wahyu 21)

Pdt. Prof. Dr. Semuel B. Haakh

Saudara-saudara…Kalau orang merayakan ulang tahun seringkali ia menandainya dengan membeli barang baru. Barang itu bisa bermacam-macam. Kalau anak-anak biasanya dia minta baju baru. Tapi kalau orang dewasa biasanya ia tandai dengan membeli rumah baru atau mobil baru. Namun saudara-saudara, yang baru itu tidak bisa ada dengan sendirinya. Yang baru itu harus diupayakan, harus diusahakan. Tanpa kerja keras, orang tidak bisa membeli yang baru. Tanpa kerja keras keinginan untuk membeli yang baru itu hanya merupakan suatu impian dan tidak pernah terwujud dalam kenyatataan.

Dalam bacaan di atas, kita mendengar suatu maklumat yang disampaikan kepada jemaat dalam kitab Wahyu, “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru.” Maklumat ini disampaikan oleh Allah. Oleh Dia yang duduk di atas takhta. Kepada umat yang sedang mengalami penderitaan. Kepada umat yang sedang mengalami penganiayaan. Maksud dari maklumat ini adalah penderitaan umat akan segera berakhir karena Allah sedang berkemah di tengah-tengah umat-Nya. Dalam tradisi PL dan PB, kalau Allah berkemah di tengah umat menunjukkan bahwa Allah berkenan berdiam di tengah umat-Nya. Dan kalau Dia berdiam di tengah umat-Nya, bukan berdiam tanpa suatu aktivitas. Suatu action, suatu tindakan akan dilakukan oleh Allah yang berkemah di tengah-tengah umat-Nya.

Dalam Wahyu 21:3, di sana dikatakan, “Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata, “Lihatlah, kemah Allah ada ditengah-tengah manusia dan Dia akan bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.” Allah berdiam di tengah-tengah umat-Nya untuk berjuang bersama-sama mereka, untuk bergumul bersama-sama mereka, untuk berjalan mbersama-sama mereka. Ia senantiasa menuntun umat-Nya dalam perjalanan yang sukar dan sulit sekalipun.

Karena Allah diam di antara umat-Nya maka pada ay. 5 Allah berfirman, “Lihatlah Aku menjadikan segala sesuatu baru.” Hadirnya yang baru itu, bukan tanpa perjuangan, bukan tanpa pergulatan. Kalau kita membaca seluruh kitab wahyu dari pasal 12-20, di sana terjadi suatu pergulatan yang hebat antara kuasa-kuasa destruktif, kuasa-kuasa penghancur dengan Allah yang hidup itu. Di dalam pasal 12-13 kita membaca bahwa iblis yang disimbolkan dengan naga yang besar tampil dalam sejarah umat Allah. Dan sesudah itu tampil juga penguasa-penguasa yang kejam, penguasa-penguasa yang destruktif yang disimbolkan dengan binatang-binatang yang keluar dari dalam laut dan binatang yang keluar dari dalam bumi. Simbol dari penguasa yang melakukan penganiayaan terhadap umat Allah. Karena itu dalam pasal-pasal itu penulis kitab Wahyu mengisahkan bahwa umat Allah mengalami penderitaan yang amat sangat, tapi pada pasal 16-19, Allah tampil dalam sejarah dan Dia bergumul, berjuang, bergulat, memerangi kuasa-kuasa penghancur itu.

Pada pasal 20-21, ada suatu maklumat kepada umat Allah bahwa segala kuasa penghancur itu, segala yang membuat umat Allah mengalami penderitaan itu telah disingkirkan dan Kristus tampil sebagai Raja yang menunggang kuda sebagai lambang kemenangan umat Tuhan. Sebab iblis sudah dikalahkan dan kemenangan telah diperoleh.

Allah yang hidup telah membaharui telah mengubah yang kacau menjadi sesuatu yang tertib. Allah yang hidup itu telah mengubah kuasa-kuasa destruktif menjadi sesuatu yang damai karena Ia hidup maka Ia berkuasa untuk membaharui segala sesuatu yang ada di langit maupun di bumi ini. Dalam kaitan ini saya mau mengangkat tema perayaan HUT GMIT ke 70 dan 500 tahun sejarah gereja reformasi sedunia yang berbunyi, “Allah Yang Hidup Baharui dan Pulihkanlah GMIT”.

Tema ini merupakan sebuah doa. Doa yang disampaikan kepada Allah agar Dia terus- menerus memperbaharui Gereja-Nya. Ecclesia Reformata Semper Reformanda. Allah yang telah bertindak di tengah-tengah umat manusia, Allah yang telah membaharui langit dan bumi, Ia juga membaharui Gereja-Nya, agar Gereja-Nya terus menjadi baru.

Kalau dalam rangka HUT GMIT yang ke-70 GMIT berdoa, “Allah yang Hidup Baharui dan Ubahlah GMIT,” maka pertanyaan yang timbul adalah apa yang GMIT butuhkan agar dibaharui oleh Allah? Mungkin kita memiliki banyak hal yang mau kita ungkapkan agar Allah membaharui GMIT ini, tetapi paling tidak ada beberapa hal yang menonjol yang saya ingin angkat dalam refleksi ini.

Pertama, komitmen seluruh pelayan dan warga jemaat GMIT untuk memperbaharui imannya. Iman yang saya maksudkan di sini bukan iman yang kita ucapkan setiap hari minggu dalam ibadah-ibadah jemaat melainkan iman yang harus diwujudkan dalam tindakan-tindakan. Kalau setiap hari minggu kita mengaku iman, kita mengakui iman di hadapan Allah dan jemaatnya, tetapi kalau masih ada kekerasan fisik dalam rumah tangga, kekerasan verbal dalam rumah tangga, suami maki istri dan sebaliknya, suami pukul istri dan sebaliknya maka iman seperti itu adalah iman yang mati. NTT dalam tingkat nasional dikenal sebagai daerah yang tingkat kekerasaan dalam rumah tinggi yang cukup tinggi. Mungkin karena terlalu banyak makan daging se’i. Jadi kalau sudah makan daging se’i dengan minum laru sedikit atau ditambah dengan sopi sedikit, bapak mulai “menyanyi”.

Kekerasan dalam rumah tangga dalam masyarakat harus dihentikan kalau kita mau GMIT dibaharui.  Kalau dalam ibadah setiap minggu kita mengaku iman kita tetapi di luar gereja kita bermabuk-mabukan, judi, korupsi, berhala, iman seperti itu adalah iman yang mati. Ada banyak warga GMIT yang sampai hari ini masih berwajah ganda. Kalau ke gereja menyanyinya luar biasa, berdoa begitu hebat dan khusuk tetapi kalau anak sakit dia cepat-cepat pergi ke kubur, “Opa e, kami datang ini kami minta supaya opa jangan marah.”

Kedua, GMIT perlu meperbaharui semangat dan komitmen para pelayannya. Saya kira setiap pelayan ketika ditahbis menjadi pendeta atau majelis jemaat, mereka memiliki komitmen untuk melayani Tuhan dan jemaat-Nya. Namun jika kita menyimak sejarah pertumbuhan GMIT kita melihat bahwa ada banyak orang yang datang dari luar negeri yang rela mengorbankan jiwa raga demi pelayanan di GMIT. Kuburan mereka yang mendahului kita menjadi saksi bahwa mereka pernah berjuang di tengah-tengah masyarakat di Timor demi memberitakan Injil Kerajaan Allah. Pertanyaan bagi kita adalah apakah pelayan-pelayan GMIT hari ini masih memiliki komitmen yang tinggi dan kuat dalam pelayanan kepada jemaat?

Jika kita mengamati pelayaan GMIT pada masa kini maka kita harus mengakui bahwa banyak pelayan yang sungguh-sungguh mengorbankan waktu, mengorbankan dirinya untuk melayani jemaat dan Tuhan. Tetapi kita juga tidak bisa menyangkali kenyataan bahwa ada juga pelayan-pelayan yanag sesuadah ditahbis tidak lagi aktif dalam pelayanan kepada jemaat. Ada pelayan-pelayan yang diplesetkan pelayan SMS. Sabtu datang, Minggu berkhotbah, Senin pulang. Kalau ini tidak kita hentikan, kalau tidak diperbaharui maka janganlah bersedih hati kalau 20-30 tahun yang akan datang, GMIT laksana pohon yang besar tapi di dalamya sudah rapuh.

 Di tahun 70-80-an GMIT masih berbangga diri karena dalam lingkup gereja-gereja di Indonesia, GMIT menduduki posisi gereja kedua terbesar dalam lingkup PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia). Tapi sekarang jangan lagi berbagga dengan itu. Sekarang GMIT menduduki posisi keempat, tidak lagi di posisi kedua dari segi statistik GMIT sudah menurun. Pertanyaannya adalah kemanakah mereka pergi sehingga GMIT bukannya bertambah besar, bukannya bertumbuh, tapi mulai menurun? Oleh sebab itu, perlu ada komitmen pelayanan pastoral bagi warga gereja agar meereka memiliki iman yang kuat untuk menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan mereka.

Ketiga, GMIT perlu membaharui komitmennya dalam bidang pendidkiakn dan pengembangan sumber daya manusia. Lahirnya GMIT dari kandungan GPI pada 70 lalu bukan tanpa tantangan. Ada banyak tantangan yang dihadapi GMIT muda pada 70 tahun lalu itu. Tantangan yang paling utama adalah bagaimana gereja yang baru lahir itu memberitakan Injil kepada warga masyarakat yang pada waktu itu banyak yang masih buta huruf dan menyembah kepada dewa-dewa lokal. Demi melaksanakan misi itu maka GMIT yang baru lahir itu tidak diberi nama menurut nama ibunya. GMIT saat itu tidak diberi nama Gereja Protestan di Timor. Dalam pergumulan pemberian nama kepada GMIT disepakatilah gereja ini diberi nama, “Gereja Masehi Injili di Timor”. Kata “Injil” ditambahkan pada nama gereja ini dengan maksud agar gereja ini giat memberitakan Injil ke pelosok-pelosok, ke daerah-daearah terpencil di seluruh NTT. Maka sebagai ujung tombak dari pemberitaan Injil itu dibukalah sekolah-sekolah GMIT untuk mencerdaskan anak-anak GMIT agar mereka dengan gembira menyambut Injil itu.

Itu berarti sekolah-sekolah GMIT bukan sekedar sebagai suatu pelayanan diakonia. Tetapi menjadi suatu ujung tombak dalam pemberitaan Inji kepada sesama. Oleh sebab itu adalah sesuatu yang sangat menyedihkan kalau sekolah-sekolah GMIT pada waktu ini mengalami penurunaan kualitas padahal pada masa lampau sekolah-sekolah GMIT sangat terkenal. Barangkali Bapak-Ibu yang sudah umur seperti saya atau lebih, tahu bahwa ada jebolan-jebolan sekolah GMIT yang telah mengharumkan nama bangsa ini, mereka lahir dari sekolah-sekolah GMIT. Pertanyaannya adalah sekarang bagaimana dengan keadaan sekolah-sekolah itu? Dalam situasi ini kita perlu sebuah pembaharuan agar sekolah GMIT yang telah didirikan menjadi sarana pelayanan bagi warga gereja agar semakin cerdas dalam menimba ilmu tapi juga dalam upaya menjadi berkat bagi sesamanya.

Menyimak persoalan dan tantangan yang dihadapi GMIT pada masa kini tema yang diusung pada HUT ke 70 ini sebagai sebuah doa sangatlah relevan. Namun doa ini janganlah sekadar sebuah slogan, tema yang dipampang, ritualitas semata, melainkan perlu dibarengi dengan respon yang sungguh-sungguh untuk berubah. Kalau kita berdoa, “Allah yang hidup baharui dan pulihkanlah GMIT” maka harus ada respon dari GMIT untuk menerima pembaharuan dari Allah. Respon untuk berubah, berubah dari kelemahan iman, berubah dari rendahnya komitmen dalam pelayanan, berubah dari kelesuan dalam melaksanakan misi gereja kepada komitmen yang kuat untuk terus melayani dalam Gereja Tuhan. GMIT berdoa agar bangkit dari ketidakberdayaan untuk menyongsong masa depan. Jika GMIT mau sungguh-sunguh mau merespon pembaharuan yang datang dari Allah atau pemulihan dari Allah maka tepatlah tema yang diusung pada HUT 70 ini dalam sebuah doa yang GMIT persembahkan kepada Allah “Allah Yang Hidup Baharuilah dan Pulihkanlah Kami.” Amin!

*Khotbah ini disampaikan pada 31 Oktober 2017 dalam rangka HUT 70 GMIT dan 500 tahun reformasi gereja di jemaat GMIT Syalom-Kupang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *