Nats Pembimbing : Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. (Amsal 4:23)
Setiap hal yang ditangkap oleh panca indera kita sebenarnya merupakan hasil perkiraan kita. Perkiraan itu bisa benar, bisa juga salah. Untuk itu memberi diri lebih banyak kesempatan sebagai bahan untuk menganalisa apa yang kita lihat, dengar dan rasakan akan menolong kita dalam hal membuat penilaian yang benar.
Seorang teman setiap kali mempunyai penilaian tentang seseorang atau suatu hal, maka ia akan banyak bertanya kepada sesamanya untuk nilai banding. Apalagi kalau penilaian yang ada di kepala dan hatinya bernada negatif. Itu dilakukannya agar supaya ia memiliki penilaian yang adil. Pernah ia begitu terganggu saat membaca sebuah tulisan rohani. Ia menghubungi saya dan dari nada bicaranya, ia terdengar sangat khawatir akan penilaiannya. Ia bertanya tentang penilaian saya terhadap penulis. Saya tahu bahwa ia juga bertanya pada orang lain selain saya. Saya menduga upaya mencari penilaian dari berbagai sumber dilakukannya untuk menolong dirinya sendiri dari kepahitan hati terhadap orang lain di sekitarnya.
Saudara-i, kebanyakan kita lebih suka berpatokan pada apa yang menjadi penilaian kita. Apa yang kita kira benar, apa yang kita duga betul menjadi segala-galanya lalu kita membabi buta dalam menilai. Yang jadi masalah adalah kecenderungan penilaian kita bersifat negatif. Saat melihat kelebihan orang lain, itu tidak cukup menjadi hal yang menyenangkan untuk dipercakapkan atau disebarkan. Berbeda kalau kita mendapati hal yang negatif pada orang lain, maka akan dengan cepat disebarkan dan menjadi bahan percakapan yang menarik.
Akibat dari tindakan itu, tidak saja melukai orang lain, tapi terlebih akan melukai kita. Kita akan terjebak pada keadaan memendam kepahitan hati dan rasa tidak suka terhadap orang lain. Padahal penilaian kita belum tentu itu benar persis sama dengan keadaan yang sesungguhnya. Orang yang memiliki kepahitan di dalam hatinya tidak akan memiliki kehidupan yang tenang dan penuh damai sejahtera.
Membentengi hati dari kepahitan hati akan menolong kita supaya tetap sehat dan bahagia. Caranya adalah menjadi orang yang adil dalam menilai orang lain. Jangan cepat membuat penilaian negatif kepada orang lain karena hal kecil yang kita lihat atau karena apa yang pernah ia lakukan terhadap kita. Toh semua orang punya masalah, punya kekurangan, punya kelemahan. Sikap memandang orang lain dengan kaca mata positif adalah pilihan terbaik untuk menjalani hubungan dengan sesama.
Menjadi orang yang mau menjaga hati supaya selalu dalam posisi tetap rendah hati membandingkan penilaian yang kita buat dengan penilaian orang lain adalah bagian dari proses menjaga hati dari kepahitan hati. Dalam hal ini, kalau kita melakukannya, kitalah yang paling diuntungkan. Nilai plusnya adalah kita diberkati Tuhan. Bagaimanapun dari hati kita terpancar kehidupan.
anusia adalah makluk yang berubah. Seperti apa seseorang sekarang, belum tentu selamanya ia seperti itu. Kalau secara fisik manusia berubah maka kepribadian, karakter, kecenderungan, sifat, juga dapat mengalami perubahan dan itu pasti. Kenyataan ini seharusnya membuat kita tidak terus menempelkan cap negatif pada seseorang. Kita tentunya tidak senang bila satu kesalahan yang kita buat menjadi cap seumur hidup bagi kita di mata orang lain. Maka berhati-hatilah dalam memasang cap pada orang lain.
Hal ini menolong kita dari kepahitan hati terhadap orang lain. Ini menolong kita untuk tidak pincang dalam memberi penilaian dan dapat bersikap adil. Ini menolong kita menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. Saat kita menilai orang dengan adil maka kita juga akan mendapatkan penilaian yang adil juga dari mereka.
Banyak tokoh gereja yang dulunya, sebelum ditangkap dan dipakai oleh Kristus, adalah penjahat tapi kemudian karya pelayanannya dalam gereja sangatlah besar. Contohnya Paulus. Dulunya ia adalah orang yang semata-mata jahat. Ia bahkan melakukan kejahatannya dengan bangga tapi kemudian ia mengalami pertobatan radikal. Ia tidak malu mengakui kejahatan yang pernah dilakukannya tapi menjadikannya kesaksian dalam pelayanannya.
Belajar dari Paulus memberikan nilai bahwa perubahan radikal pada manusia, sejahat apapun dia, sangat mungkin terjadi. Lagi pula tidak ada manusia yang demikian sempurnanya, demikian juga kita adalah makluk yang demikian tidak sempurna. Orang yang terus menerus melekaskan label atau cap negatif kepada orang lain, hanya karena penilaian akan satu hal, adalah orang yang bermasalah. Ia mencoba menutupi kelemahan dirinya dengan menonjolkan kelemahan orang lain. Ia sebenarnya berusaha menentramkan hatinya dengan sikap menyingkapkan kesalahan orang lain. Bukan orang lain yang dinilainya saja yang bermasalah tapi ia adalah pribadi yang paling bermasalah.
Setiap kali menemukan dirimu dalam keadaan menilai orang secara negatif, berhati-hatilah. Lebih baik menilai diri sendiri terlebih dahulu. Kita bukanlah orang yang sempurna. Biarkan hikmat Allah memenuhi hati dan kepala kita supaya kita mampu menjaga hati dari kepahitan terhadap orang lain. Itu karena kalau sampai hati teracuni oleh kepahitan maka seluruh kehidupan kita akan ikut teracuni. Akibatnya kata-kata kita menjadi penuh racun dan melukai banyak orang di sekitar kita. Pandangan kita akan penuh racun yang membunuh karakter baik orang lain. Pada akhirnya kehadiran kita tidaklah menjadi berkat melainkan menjadi kutukan bagi sesama.
Setiap kita adalah makluk yang menilai. Tidak ada yang bisa dan boleh melarangmu untuk menilai. Namun dampak dari penilaianmu dapat mempengaruhi dirimu dan orang lain. Berhikmatlah dalam menilai. Bedakan setiap penilaianmu dengan hikmat Allah. (LM)