Nats Pembimbing : Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (Matius 28:19)
Hal pertama yang Tuhan Yesus lakukan saat memulai pelayanan-Nya adalah memilih murid-murid-Nya. Ada 12 orang murid yang dipilih dan dipanggil khusus. Sekalipun banyak sekali orang yang mengikuti-Nya namun diantara semua pengikut ada 12 orang yang dididik dan diajari secara khusus. Jadi sepanjang perjalanan pelayanan Yesus, Ia tidak saja mengajar dan melakukan berbagai mujizat di depan mata orang banyak namun Ia juga mempersiapkan orang-orang khusus untuk melanjutkan pelayanan.
Orang-orang yang Tuhan Yesus pilih juga tidak berdasarkan kwalifikasi tertentu atau harus memenuhi syarat seperti penerimaan karyawan kantor atau instansi. Mereka bukan orang terpelajar dan pandai. Mereka adalah orang-orang biasa yang sederhana, miskin dan bukan memiliki standard moral yang sempurna. Kalau kita perhatikan baik-baik maka seperti Petrus, misalnya, ia dikenal besar mulut, sok mau jadi yang terkemuka. Yohanes lumayan pendiam. Tomas seorang yang tidak mudah percaya. Apalagi Yudas, lebih mengikuti keinginan hati dan kebenarannya sendiri sehingga ia menjual Tuhan Yesus dengan harga yang murah.
Yesus dalam memilih murid-murid, Ia tidak mencari yang sempurna tapi Ia memuridkan mereka semua untuk pekerjaan yang besar. Bisa dibilang bahwa murid-murid mewakili kecenderungan kebanyakan manusia dan Yesus mempersatukan mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang dapat diandalkan untuk melanjutkan karya pelayanan menjadikan semua bangsa murid Kristus.
Sahabat Kristus, sebagai pengikut Kristus, tugas kita adalah mengikuti apa yang Yesus katakan dan lakukan. Kalau Yesus melakukan pemuridan terhadap murid-murid-Nya maka kita punya panggilan untuk melakukan tugas pemuridan juga. Yang perlu diperhatikan dalam tugas pemuridan adalah prinsip-prinsip pemuridan yakni pertama,Yesus tidak memilih murid-murid berdasarkan kwalifikasi atau syarat. Hendaklah kita pun tidak memilah-milih orang berdasarkan golongan, hubungan sosial, atau ekonomi. Semua orang berharga di mata Tuhan karena itu maka menerima semua orang sebagai bagian dari orang yang berharga dan layak untuk dikasihi dan dihargai adalah bagian yang penting untuk proses pemuridan.
Terkadang kita terjebak pada memberikan penempelan nilai-nilai pada orang-orang tertentu seperti kalau orang Rote harus diwaspadai, bahkan harus lebih diwaspadai dari ular. Bisa jadi itu adalah bahan candaan belaka tapi sebenarnya tanpa kita sadari sudah ada struktur berpikir di kepala kita untuk menolak orang berdasarkan asal sukunya dan memberikannya label buruk. Maka ketika kita mau menolong dia, kita lakukan di dalam tingkat kewaspadaan dan tidak dengan ketulusan kasih. Yesus tidak memberikan syarat bahwa untuk menjadi murid-Nya harus dari suku ini atau itu. Ia menerima semua orang.
Kedua,Yesus menerima bahkan orang yang Ia tahu akan mencelakai-Nya. Pasti rasanya pasti berat ketika Yesus memilih Yudas untuk pertama kali. Pada saat itu Yesus tahu persis bahwa Yudas adalah orang yang akan mengkhianati-Nya dengan harga yang amat murah. Setiap hari setelah itu, Yesus tetap konsisten untuk mengajar dan membentuk semua murid, termasuk Yudas. Kemana pun Yesus pergi, Ia membawa Yudas.
Kenyataan bahwa Yudas adalah pribadi yang sulit untuk dibentuk, bahkan ditetapkan untuk binasa, tidak menghentikan Yesus untuk memanggil dan menjadikan Yudas bagian dari proses pemuridan yang Ia lakukan. Yesus tetap setia menjadi Guru yang baik terhadap Yudas. Yesus juga tidak pernah didapati berbagi perasaan tidak nyaman-Nya dengan siapapun tentang Yudas. Hanya di Perjamuan Paskah, Yesus membagi perasaan tentang salah seorang dari murid-murid yang akan menjual-Nya tapi itupun tanpa pengeluhan dan amarah.
Seperti Yesus, kita punya panggilan untuk menerima semua orang, sekalipun itu orang yang berbahaya bagi kita. Kita, dengan segala daya, tidak akan pernah bisa mengubah orang lain. Hanya Tuhan yang bisa menyentuh hati manusia dan mengubahnya menjadi pribadi yang baik. Tugas kita adalah menjadikan semua orang di sekitar kita menjadi murid Yesus dengan mengajari mereka dan menunjukkan teladan Kristus. Soal perubahan adalah bagian Tuhan.
Kecenderungan kebanyakan orang adalah menolak orang yang pernah menyakitinya, dan menolak orang yang punya potensi untuk menghancurkan kita. Kalau kita terima orang seperti itu maka sudah seperti memelihara musuh dalam selimut. Setiap saat ia dapat menghancurkan kita dan karena itu sikap ini sangat beresiko. Tapi Tuhan Yesus melakukannya. Ia tahu Yudas adalah musuh dalam selimut namun Ia tidak menolak Yudas. Seharusnya kita menjadi orang-orang yang dapat bekerja dan hidup berdampingan dengan semua orang.
Seburuk apapun seseorang dalam penilaian kita, ia tetap manusia yang punya hati dan nilai kebaikan. Tidak ada orang yang melulu jahat atau melulu baik. Semua orang dapat melakukan kesalahan dalam hidupnya, termasuk kita namun yang penting adalah belajar dari kesalahan dan menyesalinya lalu membangung nilai hidup yang lebih baik lagi. Maka menerima semua orang tanpa memilih bahwa dia orang baik atau orang jahat, ia pernah menyakiti kita atau berpotensi meyakiti kita, adalah panggilan kita.
Biarkan semua orang melihat bagaimana kita menerima mereka, sekalipun mereka, barangkali pernah atau sedang memiliki rencana yang buruk terhadap kita. Tidak mungkin hatinya tidak tersentuh melihat betapa baiknya perlakukan kita terhadap mereka. Sejauh kita tulus menerima mereka maka proses pemuridan dapat berlangsung. Penerimaan kita akan memberikan kesadaran untuk melihat kasih Kristus mengalir bagi mereka melalui kita.
Ketiga,jangan pernah menyerah ketika kita gagal dalam proses pemuridan terhadap orang lain. Yesus punya 12 murid dan salah seorang dari mereka menjual Yesus. Bisa dikatakan bahwa ada satu yang gagal. Apalagi kita? Kemungkinan gagal dalam proses pemuridan selalu terbuka. Kita bisa merasa tidak nyaman, merasa gagal, akan tetapi kita tidak akan pernah bisa membuat semuanya sempurna dan semua orang akan menjadi seperti apa yang kita harapkan. Soal penerimaan orang lain akan proses pemuridan adalah tanggung jawabnya sendiri berdasarkan kesediaannya menerima panggilan Tuhan.
Terkadang kita merasa gagal di dalam pelayanan, di dalam khotbah-khotbah kita. Kita juga merasa gagal dalam nasehat yang kita berikan, gagal menjadi orangtua yang baik karena anak-anak kita tidak menjadi manusia yang baik di mata kita. Ketahuilah bahwa nilai kegagalan selalu akan kita hadapi tapi jangan pernah menyerah karena selalu ada juga buah yang manis berupa keberhasilan dalam proses pemuridan.
Justru kegagalan dapat menjadi proses belajar yang baik supaya kita tetap dapat melihat diri kita sebagai manusia dan kita tetap bergantung kepada Allah. Jadi tidak masalah engkau merasa gagal karena seseorang yang kau taburi dengan kasih Kristus tidak mengalami pertumbuhan iman dan perubahan hidup. Jangan fokuskan diri pada satu yang gagal untuk menilai diri kita gagal. Jadikan satu orang yang gagal sebagai bahan belajar dan introspeksi lalu fokuskan diri pada mereka yang berhasil dan jadikan mereka sebagai orang-orang yang siap untuk terus melakukan proses pemuridan kepada orang lain lagi.
Proses pemuridan adalah proses berkelanjutan. Pada satu sisi kita tetap menjadi murid Kristus dan di sisi lain kita juga memuridkan orang lain. Orang yang kita muridkan juga harus kita persiapkan dan dorong untuk memuridkan orang lain. Begitu seterusnya sehingga proses ini tetap hidup. Sekalipun terlihat di mata kita bahwa dari 12 orang yang kita muridkan hanya satu yang terlihat mengikuti Kristus dengan setia namun untuk besok dan seterusnya yang satu orang itu akan melanjutkan karya pemuridan dengan memuridkan lebih banyak orang lagi jadi sebenarnya kita tidak gagal sama sekali.
Hal yang mesti diingat dalam proses pemuridan adalah proses pemuridan mesti dimulai dengan menjadi murid yang baik dulu. Murid yang selalu memberi telinga untuk mendengar Guru Yang Agung yakni Yesus Kristus. Tuhan Yesus dalam proses pemuridan yang Ia lakukan, Ia selalu menyempatkan diri untuk berdoa kepada Bapa. Demikian pula seharusnya kita merendahkan diri, mendiamkan keinginan kita sendiri dan dengan rendah hati mendengar kehendak Kristus bagi kita. Dengan begitu kita akan mampu memuridkan orang lain dengan benar. Tidak ada yang sia-sia di dalam melakukan karya Kristus. Tidak ada kegagalan di dalam mengikuti dan melakukan apa yang Yesus kehendaki. Yang pasti kita tidak pernah sendirian dalam proses hidup bersama Kristus. (Pdt. Robert St. Litelnoni, S.Th)